Tidak bisakah karyawan old talent mengedepankan kolaborasi kerja yang bijak?
Nah, inilah yang amat perlu jadi perhatian penting bagi para user perusahaan termasuk manajemen perusahaan khususnya divisi HR untuk bagaimana caranya antara karyawan old talent dan young talent dapat kompak dan solid. Sehingga harus punya strategi dalam men- chemistry-kan mereka.
Sebenarnya juga, generasi old talent itu enggak bakal kolot dan enggak akan merasa sesuperior itu kalau ada sistem yang terpola dalam mempekerjakan mereka.
Kesalahan paling mendasar yang sering ditemui adalah manajemen kantor kurang peka dalam membina karier para karyawan old talent atau kerap mengecilkan peran dan menganggap ketinggalan zaman para karyawan old talent apalagi bila mereka sudah jelang purna tugas.
Apalagi bila strata para karyawan old talent dalam suatu kantor adalah berada pada unsur staf, bawahan atau bukan menjabat pada unsur leader.
Sehingga karena perannya merasa dikecilkan ini jadi berdampak pula pada sikapnya. Inilah yang menyebabkan para old talent merasa superior dan mengabaikan hirarki ketika jadi bawahan young talent atau masih merasa jadi senior si junior meski sebenarnya sudah jadi bawahan si junior.
Para karyawan old talent jadi bersikap ingin selalu diakui dan mendapat pengakuan bahwasanya mereka masih punya pengaruh. Di sinilah yang pada akhirnya menyebabkan terjadi kasus-kasus praktik ageisme hingga gap usia.
Oleh karenanya berkaitan dengan itu juga, ada beberapa yang bisa penulis sarankan agar old talent dapat beradaptasi dengan dinamisnya perubahan keadaan.
1. Pihak manajemen harus bisa memberdayakan karyawan old talent dengan bijak agar tetap produktif.
Jangan kecilkan peran karyawan old talent dengan anggapan bahwa mereka sudah ketinggalan zaman dan memasuki masa penurunan produktivitas kerja. Apalagi bagi mereka yang jelang purna tugas, jangan distigma mereka sudah enggak produktif. Â