Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pernah dengan tegas menyatakan bahwa beliau tidak cawe-cawe dalam hal politik praktis.
Tapi ternyata kekinian Presiden Jokowi dengan tegas menyatakan bahwa beliau akan cawe-cawe dalam Pilpres dan Pemilu 2024 mendatang dengan alasan demi bangsa dan negara.
Tentu saja apa yang jadi tingkah polah Jokowi soal cawe-cawe tersebut mengundang pro dan kontra khalayak publik, apalagi tahun 2024 ada perhelatan pemilu pilpres dan pileg.
Kekentaraan adanya gelagat ketidak netralan kapasitas Jokowi sebagai Presiden mulai tercium dan terlihat secara nyata saat mengundang para ketua Parpol ke Istana minus oposisi.
Meskipun dinyatakan bahwa agenda pertemuan tersebut membahas kondisi bangsa, tapi bisa ditebak juga ada agenda lain yang pastinya berkaitan dengan bakal Capres 2024.Â
Bahkan dalam hal ini Jokowi sampai menolak mentah-mentah bahwa beliau dikatakan cawe-cawe dan tidak netral atau ada keberpihakan pada Capres tertentu dalam kapasitasnya sebagai presiden dengan menggunakan fasilitas Sumber Daya Negara.
Namun ternyata, apa yang ditolaknya tersebut akhirnya berbuah plintat-plintut, karena pada akhirnya beliau sendiri yang menyatakan bakal cawe-cawe dalam politik praktis ini.
Ya. Plintat-plintut dengan pernyataannya sendiri inilah kebiasaan inkonsitensi Jokowi yang kerap dipertontonkan kepada khalayak publik.
Hari ini menyatakan statemen harus A, berikutnya karena kontroversi diralat jadi B, hari ini bikin kebijakan A tapi karena kebijakannya kontradiktif, berikutnya diralat jadi kebijakan B.
Hari ini berkomitmen eh berikutnya komitmennya tersebut dilanggarmya Sendiri alias inkomitmen dan inkonsisten, bahkan blunder pernyataan pun pernah dilakukan oleh Jokowi.
Padahal sosoknya sebagai pemimpin negara mestinya harus bijak dalam membuat pernyataan dan matang dalam mengambil keputusan, termasuk dalam menyampaikan komunikasi publik.
Sosok Presiden sebagai pemimpin negara harusnya berpikir kritis dan matang sebelum menyatakan statemennya, serta cerdas dalam menerapkan komunikasi publik. Tidak asal lempar statemen dan tidak asal bikin kebijakan. Dampaknya kepada publik harus dipikirkan matang.
Ya, kembali lagi tentang plintat-plintut Jokowi soal cawe-cawe dalam pemilu 2024 ini, semestinya Jokowi dengan kapasitasnya sebagai Presiden amatlah tidak bijaksana menyatakan seperti itu. Kalau beliau menyatakan itu adalah kapasitasnya sebagai petugas partainya, ya tentu saja boleh lah. Tapi sebagai Presiden tentu sangatlah tidak bijak.
Karena pernyataannya tersebut dalam kapasitasnya sebagai Presiden, berpotensi mencederai demokrasi dan bisa membuat gelaran Pemilu jadi tidak Jurdil akibat keberpihakan Jokowi sebagai Presiden terhadap Capres yang didukungnya.
Kekhawatiran publik kalau kedepan Jokowi memanfaatkan jabatannya sebagai Presiden dalam menggunakan Sumber Daya Negara untuk memenangkan Capres yang didukungnya wajar saja.Â
Karena pada faktanya Jokowi menjadi Panglima Tertinggi Negara yang punya kuasa untuk menggerakan aparatur negara dan sumber daya negara.
Memang sebagai warganegara, Jokowi punya hak untuk menentukan politiknya, bahkan berhak berpihak kepada salah satu capres, tapi sebagi presiden, Jokowi seharusmya netral.Â
Amatlah rawan dan cukup berbahaya sebenarnya kalau kapasitasnya sebagi Presiden tapi Jokowi malah cawe-cawe politik praktis alias tidak netral.
Siapa bisa jamin kalau Jokowi bisa memegang komitmennya untuk tidak menggunakan TNI Polri dalam memenangkan Capres yang didukungnya.
Entahlah, tidak ada jaminan yang pasti kalau dilihat dari realita kerap plintat-plintutnya dan inkonsistensiya ini. Karena bisa saja beliau melanggar apa yang diucapkannya tersebut.
Namun demikian, terlepas dari cawe-cawe Jokowi yang menuai pro dan kontra ini, harapan agar Jokowi dengan kapasitasnya sebagai Presiden bisa netral tetap menjadi prasangka baik bersama.Â
Semoga apa yang menjadi kekhawatiran publik terkait potensi ketidak netralan cawe cawe politik praktis beliau dalam kapasitasnya sebagai Presiden adalah tidak benar.
Semoga Presiden Jokowi menjadi negarawan yang bijaksana dan dapat menempatkan diri dalam posisi netral selayaknya sebagai pemimpin negara dan bangsa yang baik dan dicintai rakyatnya.
Demikian kiranya artikel singkat ini.
Artikel ke 120 tahun 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H