Jujur saja, mungkin sudah hampir belasan tahun penulis enggak pernah lagi ke toko buku lagi, bahkan hingga sekarang artikel ini penulis buat penulis enggak pernah lagi ke toko buku dan bisa jadi sebagian besar masyarakat pun kurang lebihnya berlaku sama, sepertinya sudah enggan ke toko buku, kecuali momentum tertentu misalnya, seperti saat tahun ajaran baru anak sekolah.
Karena apa, sebab faktanya kini kita sudah dimudahkan beli buku secara online atau juga adanya e-book, selain itu kita juga sudah dimanjakan internet dalam mengakses berbagai informasi yang kita butuhkan.
Akhirnya apa, toko buku pun kian terdesak, hingga akhirnya satu persatu jatuh bertumbangan menutup toko bukunya.
Jadi, sampai disini, benarkah kepunahan toko buku sudah di depan mata? Apakah toko buku sudah mengalami fase sandyakala?
Ya, bila merujuk pada fakta faktor penyebab yang sudah penulis uraikan sebelumnya, termasuk tutupnya Toko Buku Gunung Agung yang legendaris ini bisa jadi kebenaran pertanda bahwa kepunahan toko buku bisa dikatakan sudah di depan mata.
Dan tentunya hal ini sekaligus menjadi pengingat dan peringatan bagi toko buku lainnya yang masih berupaya bertahan.
Kalau mau bertahan dan tidak ingin bernasib sama dengan berbagai toko buku yang sudah tutup, maka startegi penjualan buku yang sekarang ini kurang berdaya saing haruslah dicarikan solusinya, dan inilah yang harus dipikirkan matang oleh pemilik toko buku atau stakeholder yang terkait.
Seperti solusi jual buku secara jemput bola misalnya, strategi jual antar misalnya, bikin even atau festival buku misalnya, atau strategi lainnya lah yang efektif, penulis yakin pasti para owner toko buku ini orang-orang hebat yang mampu berpikir kritis.
Yang jelas kalau toko buku hanya pasrah dan mengandalkan penjualan secara offline saja, serta tidak ada upaya lainnya, maka kepunahan bisa menjadi mutlak. Â Bahkan, Toko Buku sekelas Gramedia pun kedepan bisa saja tutup.
Patut dicamkan, minat baca kita secara umumnya masih boleh dibilang tinggi. Oleh karenanya, daya saing toko buku haruslah bisa setidaknya mengimbangi dinamisnya pergerakan dunia digital, kalau enggak, siap-siap saja untuk punah.
Demikian artikel ini.