Saya pernah memberi challenge kepada staf bawahan saya untuk mengerjakan sesuatu hal yang baru di luar jobdesc-nya. Tapi apakah yang jadi respon dari bawahan saya tersebut?
Ya, ternyata bawahan saya tersebut sudah menyatakan menyerah kalah duluan sebelum "bertempur", padahal belum juga dilakoninya apa yang saya delegasikan tersebut tapi sudah menyatakan dirinya tidak mampu dengan sejumlah alasan.
Tentu saja saya tidak berkenan dengan respon bawahan saya tersebut, sehingga saya tetap bersikeras untuk mendapuknya mengerjakan challenge yang saya berikan padanya, sekaligus hal ini sebagai eduaksi bagi kemampuan dirinya kedepan.
Sehingga dalam hal ini saya beri semangat dan meyakinkan dirinya untuk mengerjakannya dulu, bahkan sampai saya yakinkan dirinya bahwa saya akan mendampinginya mengerjakan challenge yang saya berikan tersebut.
Eh ternyata bawahan saya tersebut mampu mengerjakannya, meski masih ada beberapa hal yang harus dievaluasi, tapi buktinya kalau memang ada kemauan dan niat serta saya dampingi, ternyata dirinya bisa mengerjakannya.
Tentu saja hal ini akan sangat bermanfaat bagi dirinya kedepan, sebab dari apa yang telah dilakoninya tersebut malah menambah daya saingnya, daya dobraknya, mutu kualitasnya, dan yang terpenting adalah kemampuan dan wawasannya bertambah, begitu pula dengan pengalamannya serta jam terbangnya.
Usut punya usut ternyata apa yang terjadi pada salah satu staf bawahan saya ini kerap pula terjadi pada karyawan lainnya termasuk pada bagian kerja yang lainnya, belum juga suatu challenge dimulai untuk dikerjakan tapi kebanyakan dari mereka sudah menyatakan tidak mampu dengan sejumlah alasan pembenar.
Nah, berangkat dari apa yang berlaku pada staf bawahan saya ini dan juga beberapa lainnya, ternyata saya menemukan empat hal yang sering dijadikan alasan pembenar di antaranya;Â
1. Saya tidak punya kemampuan.