Ya, saya tahu diri lah, masak mentang-mentang teman saya itu adalah pejabat tinggi saya langsung "aji mumpung" dengan memanfaatkan situasi, dengan menerapkan "kapan lagi bisa makan enak" jadinya saya pesan yang mahal-mahal, bahkan yang paling mahal.
Tentu tidaklah elok kalau saya seperti itu, meskipun teman saya sudah bilang terserah saya mau pesan apa, tapi saya tetap harus tahu diri dan bisa menempatkan diri, siapa saya dan bagaimananya saya, sehingga bagaimanapun juga, saya harus tetap ada etika dan ada empati dengan tahu diri dan menempatkan diri.
Begitu juga halnya kalau saya ditraktir oleh atasan kantor, rekan kantor, hingga saudara dan keluarga, maka rasa tahu diri dan tahu menempatakan diri ini tetap saya utamakan.
2. Menjunjung tinggi etika relasi.
Ya, menjunjung tinggi etika relasi, karena biar bagaimanapun juga di sini secara berjangka kedepan hubungan rekanan, pertalian persaudaraan maupun persahabatan itu akan kontinu.Â
Sehingga kesan etis dan bijak dalam etika relasi ini lah yang mesti dikedepankan, etika relasi di sini adalah hampir sama juga dengan etika bisnis, yaitu untuk saling menghargai dan saling percaya antara satu sama Lain.
Termasuk juga nilai estetika dalam suatu hubungan, yang dalam artian di sini, bagaimana untuk memantaskan diri yang pastinya kaitannya dengan harga diri kita masing-masing.
3. Demi merawat hubungan.
Ya, menjalin hubungan pertemanan, persaudaraan, hingga saling menjalin hubungan rekanan itu memang mudah, tapi merawat hubungannya agar tetap langgeng itu tidaklah mudah.
Satu kali saja menimbulkan kesan tidak baik, bisa-bisa akan hilang kepercayaan untuk selamanya, mending menjaga citra diri dengan menjunjung tinggi, rasa tahu diri, tahu menempatkan diri, jalinan etika relasi daripada hubungan putus untuk selamanya gara-gara hal sepele.Â
-----