Padahal marka jalan ini ada fungsinya masing-masing dan ada juga aturan hukumnya dan sanksi pidananya bila dilanggar, sebagaimana dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Pasal 106 ayat (4) huruf a atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Ya, aksi melawan arus lalu lintas sering sekali dilakukan oleh para pengendara dengan alasan bermacam-macam. Ada yang malas memutar karena jalan terlalu jauh atau beberapa juga menghindari macet dan berbagai alasan lainnya.
Melawan arus lalu lintas jelas sangat menganggu arus lalu lintas yang normal, bahkan berimbas semakin membuat macet, memicu konflik, memicu emosi pengguna jalan lain dan sangat berbahaya, karena memunculkan risiko kecelakaan.
Mirisnya juga, masih ditemukan banyak pengendara yang melawan arus saat mengantre lampu merah dan tak sedikit juga yang nekat menerobos lampu merah ketika melihat jalanan tampak sepi.
Begitu halnya dengan pelanggaran marka jalan yang kelihatannya sepele tapi ternyata melanggar marka jalan ini juga berisiko menimbulkan kecelakaan.
Dari beberapa hal yang penulis ungkapkan di atas, masihlah sedikit dari sekian banyak aturan berlalu lintas yang pada umumnya sebagian besar masyarakat masih sering melanggarnya.
Entah kenapa juga kok perilaku pelanggaran lalu lintas ini sepertinya sudah jadi budaya di sebagian besar masyarakat. Hal ini terbukti dengan masih sangat banyaknya tilang yang dikenakan kepada masyarakat.
Jelas hal ini membuktikan bahwa secara umumnya masyarakat masih harus di edukasi untuk cerdas berlalu lintas oleh pihak berwenang.
Ini berarti juga, wawasan masyarakat untuk cerdas berlalu lintas masih minim karena masih kurangnya edukasi berlalu lintas.
Sehingga, pihak berwenang jangan berpangku tangan terkait edukasi kepada masyarakat untuk cerdas berlalu lintas ini. Jangan hanya buat aturan tapi kurang di edukasikan dan kurang di sosialisasikan.