Melihat bagaimana perilaku Saksi Susi dalam persidangan, maka majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan meminta jaksa penuntut umum (JPU) untuk terus menghadirkan saksi Susi dalam persidangan.
Sebab, menurut Majelis Hakim, kesaksian Susi penting untuk didengarkan untuk dapat menggali motif di balik kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Dalam sidang tersebut, saksi Susi juga sempat diancam akan diproses hukum dan diancam untuk dipidanakan bila Susi terus berbohong dalam kesaksian.
Ya, begitulah realita sidang kasus kematian Brigadir Joshua yang menghadirkan saksi Susi yang membuat kita gregetan dan emosi karena saksi Susi banyak berbohong dan berbelit-belit saat bersaksi. Jangankan kita, JPU dan Majelis Hakim pun gregetan dan geram, apalagi kita.
Namun demikian, sebenarnya kita tetap harus memyorot, memandang dan menilai saksi Susi dari dua sisi.Â
Pertama, tetap menghargai saksi Susi secara sisi obyektif.
Biar bagaimanapun juga kita harus tetap obyektif menyikapi perilaku saksi susi dipersidangan. Sebab, kita tidak tahu apa yang dirasakan Susi ketika duduk untuk bersaksi dalam sidang.
Mungkin kalau kita yang ada di posisi saksi Susi, bisa jadi kita pun bakal terkencing-kencing bila dicecar dengan begitu hebatnya atas pertanyaan JPU dan Majelis Hakim.
Jelas terlihat, saksi Susi sangat beban mental dan sering kena mental dalam persidangan. Sebab bukan perkara mudah duduk di muka sidang seperti itu.
Jadi, sampai di sini, kita jangan menjudge saksi Susi dulu, kita tetap harus obyektif dan tetap menghargai apa yang menjadi kesaksiannya, termasuk pertimbangan JPU dan Majelis Hakim terkait saksi Susi.