Saya pernah terenyuh dan prihatin ketika keponakan saya pernah curhat ataupun sharing dengan saya saat dia harus pulang tertunduk lesu, bahkan menangis tersedu-sedu gara-gara dirinya gagal interview.
"Om, apa setiap interviewer itu kalau meng-interview pelamar kerja itu selalu menjatuhkan dan mencari celah untuk memojokkan pelamar kerja ya om?"
"Enggak begitu kok, memangnya kenapa?"
"Ah, enggak gimana om, buktinya saya om, sering kali pas interview kerja selalu digituin om, interviewer-nya sering bikin saya ah eh ah eh enggak bisa jawab, keliatan banget niatnya mau menjatuhkan dan memojokkan saya om."
"Udah gini aja, kapan ada waktu datang aja tempat om, biar om kasih tahu siasat dan strategi "bertempur" saat interview."
"Siap Om."
Ya, begitulah kira-kira curhatan keponakan saya via telpon kepada saya, ya ternyata memang masih cukup banyak berlaku bahwa interviewer itu kesannya terlalu overacting alias tinggi hati dan merasa paling hebat.
Tidak sedikit juga interviewer berlaku kalau bisa mengagalkan wawancara pelamar kerja merasa menang dan merasa kompeten sebagai interviewer.
Kalau saya sih, sejauh pengalaman saya pernah mengepalai perusahaan radio saya dan juga pernah punya pengalaman di bidang HR, maka interviewer yang tipikalnya seperti yang saya ulas di atas enggak bakalan saya percaya jadi interviewer pelamar kerja.
Ya, kalau saya, menugaskan interviewer untuk meng-interview pelamar kerja itu setidaknya patokannya adalah dia perlu memiliki empat syarat soft skill di bawah ini: