Ya sudahlah, karena Pak Dudung juga sudah memaafkan, otomatis ya penulis ya harus loyal juga kan terkait apa yang jadi keputusan Pak Dudung.
Tapi, boleh kan penulis memberi statemen sebagai saran dan masukan, khususnya kepada Pak Effendi Simbolon, ya kan enggak apa-apakan.
Jadi, jangan sekali-kali menyamakan atau menyebut TNI gerombolan, sebab konotasi gerombolan itu terkesan negatif, dan konotasi negatif tersebut jelas juga pemaknaannya dalam KBBI.
Ge·rom·bol, ber·ge·rom·bol v berkumpul membentuk kelompok (pasukan dan sebagainya): penjahat-penjahat ~ sepuluh sampai lima belas orang;
Ge·rom·bol·an n 1 kelompok; kawanan; 2 kawanan pengacau (perusuh dan sebagainya): pada suatu subuh ~ menyerbu kampung itu.
Nah, bisa dilihat bukan, kenapa pernyataan Effendi Simbolon yang menyatakan TNI kayak gerombolan kurang elegan, sehingga memicu polemik dan kontroversi.
Jadi ya, tolonglah Pak Effendi menghargai TNI, seperti penulis katakan sebelumnya, mengkritik TNI boleh, tapi ya yang elegan dan sopan gitu loh bahasanya.
Karena faktanya kan TNI jelas organisasinya bukan gerombolan, masa ko ya tega menyamakan TNI dengan gerombolan, masa TNI kok kesannya disamakan dengan kelompok perusuh dan penjahat, ya jangan gitu lah.
Ya, marahlah kita, jadi ya jangan sekali-kali menyamakan TNI dengan gerombolan ya, yang jelas juga TNI terbuka kok dalam menerima kritik, tapi harus berdasar fakta dan data, dan mesti bisa menempatkan diri sebagai siapa dalam mengritik tersebut.
Kalau dengan status Effendi Simbolon yang sebagai Anggota DPR RI, ya mestinya yang eleganlah bahasanya, dan penuh pertimbangkan bangetlah bahasanya.