Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ketika Anda Dilanda Quiet Quitting, Bagaimana Solusinya?

12 September 2022   19:50 Diperbarui: 13 September 2022   18:15 1499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suasana kerja di kantor| Dok Shutterstock via Kompas.com

Fenomena perilaku quiet quitting dalam dunia kerja atau "berhenti diam-diam" soal pekerjaan yang ditekuni sedang trending berlaku dalam dunia kerja, entah sejak kapan juga fenomena ini berlaku kekinian dalam dunia kerja.

Bahkan fenomena quiet quitting ini, tidak saja hanya sebatas berlaku pada generasi Z saja. Namun fenomena perilaku quiet quitting ini juga mendampaki semua generasi pekerja.

Pada prinsipnya yang berlaku soal perilaku quiet qutting ini adalah do your job, take your pay, and go home atau lakukan pekerjaan sesuai jobdesc, ambil penghasilanmu, setelahnya pulang teng go, ya begitulah kira-kiranya.

Nah, apakah ternyata Anda adalah salah satunya yang turut mengikuti trending quiet quitting ini?

Kalau iya, ya sudah, ya enggak apa-apa, itu memang hak Anda sih, tapi ada baiknya Anda pertimbangkan lagi baik-baik, apakah alasan Anda sudah tepat untuk berperilaku quiet quitting ini?

Ilustrasi gambar karyawan sedang bekerja di kantor | Dokumen Foto Via Kompas.com
Ilustrasi gambar karyawan sedang bekerja di kantor | Dokumen Foto Via Kompas.com

Nah, berkaitan dengan itu melalui artikel ini, izinkan penulis memberi saran dan masukan soal perilaku quiet quitting ini, yang tentunya dalam hal ini niat penulis adalah berbagi kebaikan dalam rangka mengembalikan motivasi bekerja Anda.

Jadi, kalau menurut sudut pandang penulis sih, sebenarnya perilaku quiet quitting ini sejenis juga ketika Anda sedang mengalami demotivasi kerja, yang dampaknya adalah enggak jauh dari munculnya efek kejenuhan kerja, kerja jadi apa adanya, kehilangan kreativitas, kehilangan semangat bekerja, hingga kehilangan militansi dalam bekerja.

Boleh dibilang juga ketika Anda sedang dilanda quiet quitting ini adalah Anda bekerja dengan motif bersembunyi dibalik zona nyaman atau bisa juga kerja cari aman saja lah, daripada ketambahan beban kerja lebih baik menutup diri ataupun menenggelamkan diri saja, kerja ya kerja sesuai jobdesc saja yang penting ya kerja.

Atau istilah gampangnya, yah sudahlah, kerja mau cari apa juga, mau ngejar apa juga, yang penting ada kerjaan, yang penting kerjaan sendiri selesai, yang penting gajian. Gawean yo ngono-ngono wae kok, kantor yo ngono-ngono wae kok seng penting kerjo, seng penting gajian. (Kerja ya gitu gitu aja kok, kantor ya gitu-gitu aja kok yang penting kerja, yang penting gajian).

Ya, memang realitanya, soal quiet quitting ini bisa disebabkan karena situasional dan dinamika lingkungan kerja yang sifatnya rutinitas, begitu-begitu saja, yang berujung membosankan ataupun menjemukan.

Memang logis dan wajar sih, kalau suatu saat pada akhirnya Anda memutuskan quiet quitting sajalah, karena enggak ada pengaruhnya juga, toh kerjaan tetap selesai, toh tetap juga gajian.

Akan tetapi, dengan semakin kerasnya tantangan, ketatnya persaingan, dan dinamisnya dinamika pergerakan dunia kerja kekinian, haruskah Anda berperilaku quiet quitting?

Haruskah Anda pada akhirnya jadi yang paling jauh tertinggal dibelakang dari yang lainnya, dan akhirnya jadi orang-orang yang "kena mental", orang-orang yang kalah bertempur, sampai pada akhirnya produktivitas kerja terus menurun dan akhirnya semakin demotivasi, karena quite quitting ini?

Nah, inilah yang sekiranya yang perlu jadi pertimbangan Anda, karena apapun itu lingkungan kantornya, apapun itu suasana dan situasional kantornya, pasti ada karyawan lainnya yang tetap konsisten pada komitmennya dalam bekerja dan punya target yang jelas dalam kariernya, serta tetap punya prinsip yang ajeg dalam bekerja.

Apakah dengan begini, tidakkah Anda pikirkan dengan matang untuk apa sebenarnya Anda berperilaku quite quitting?

Bukankah quite quitting ini hanyalah kepercumaan belaka? Bukankah kalau begini sebenarnya Anda sedang putus asa, kena mental, alias bermental krupuk?

Karena jelas di sini kalau Anda berperilaku quite quitting dapat dipastikan karier Anda justru akan semakin tenggelam bahkan semakin terpuruk, karena akan semakin luput dari penilaian kantor.

Ilustrasi gambar Karyawan sedang bekerja di kantor | Dokumen Foto Via Kompas.com
Ilustrasi gambar Karyawan sedang bekerja di kantor | Dokumen Foto Via Kompas.com

Nah, sebagai saran terkait bagaimana solusinya ketika Anda dilanda quiet quitting ini, maka coba Anda renungkan, resapi, dan pertimbangkan kembali melalui apa yang penulis sampaikan dibawah ini;

Pertama, coba Anda ingat-ingat kembali apa yang menjadi keputusan Anda bekerja di kantor yaitu ketika Anda memutuskan menandatangani kontrak perjanjian kerja Anda.

Coba Anda ingat-ingat kembali apa yang menjadi perjanjian Anda dan komitmen Anda dengan pihak kantor ketika Anda setuju untuk bekerja di kantor Anda.

Nah, dengan begini, setidaknya Anda kembali tersadar, dan setidaknya me-refresh kembali pikiran Anda, terkait ikatan apa sejatinya yang membuat Anda mengambil keputusan bekerja di kantor Anda.

Kedua, coba Anda ingat-ingat kembali lagi, apa yang menjadi visi, misi, dan road map Anda.

Ya, setidaknya dengan begini Anda jadi me-refresh kembali pemikiran Anda, dan tersadar kembali, bahwa ternyata sebelumnya Anda punya target dalam bekerja.

Begitu juga tentunya Anda jadi ingat kembali, bahwa ternyata Anda punya goal yang ingin Anda raih, anda punya peta jalan yang sudah Anda rencanakan dalam perkembangan karier Anda.

Ketiga, ketika Anda memutuskan untuk berperilaku quiet quitting, ujung-ujungnya pasti akan ketahuan juga atau lama kelamaan kantor pasti akan membaca dan mengetahuinya dan bisa jadi karena kantor sudah tahu perilaku Anda tersebut, malahnya Anda dipecat atau di PHK.

Nah, kalau memang Anda sudah benar-benar, tidak bisa lagi konsisten dengan komitmen Anda pada poin satu dan dua di atas, lalu Anda tetap berperilaku quiet quitting maka ini artinya Anda sudah tidak lagi sejalan dengan visi dan misi kantor, Anda sudah tidak cocok lagi dengan kantor.

Nah, daripada kantor duluan yang memecat Anda karena pada akhirnya mengetahui perilaku quiet quitting Anda, maka lebih baik Anda mengundurkan diri saja secara terhormat.

Kalau memang apa yang Anda pikirkan tentang kantor sudah dirasa jauh dari apa yang menjadi standar idealisme Anda, ya sudah, buat apa Anda bertahan, ya sudah, cari saja lagi tempat kerja yang menurut Anda cocok buat Anda, siapa tahu di tempat yang baru Anda bisa lebih berkembang dan siapa tahu juga kulturnya cocok dengan Anda.

Nah, inilah kira-kiranya yang bisa penulis sarankan soal quiet quitting ini, dan di sini penulis mengajak agar Anda pertimbangkan lagi dengan matang terkait penjabaran penulis pada poin satu dan dua di atas, mudahan saja Anda bisa termotivasi kembali untuk bekerja sesuai komitmen Anda dan enggak terpengaruh untuk berperilaku quiet quitting.

Patut jadi catatan, dinamisnya pergerakan dinamika dunia kerja itu di mana pun tempatnya berada yang berlaku adalah, semakin kekinian adalah semakin selektif, ketat dan persaingan cenderung semakin keras.

Jadi, ya pilihannya ya tinggal pada Anda saja, mau ikutan berperilaku quiet quitting ya terserah, mau terus spartan dan militan meraih target dan mimpi Anda sesuai visi misi Anda ya terserah, bahkan kalau yang kedua ini justru lebih bagus kan, tapi ya kembali lagi, tinggal bagaimana Anda saja.

Ya, yang namanya kantor itu, pasti punya kulturnya masing-masing, dan tentu saja kantor juga punya sistem, skema, metode-metode, maupun aturan-aturan masing-masing dalam membina karyawannya, termasuk soal perkembangan karier karyawannya.

Jadi intinya, ya kalau Anda tidak ingin luput ataupun lepas jalur dari sistem, skema, metode-metode, maupun aturan-aturan yang diberlakukan kantor, maka bangunlah dari "tidur" Anda, mau seperti apa Anda kedepannya, maka bangunlah "immune mentality" Anda, niscaya perilaku quiet quitting tidak akan melanda Anda.

Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun