Yang lebih parahnya lagi, sebelum BBM naik saja harga-harga kebutuhan hidup sudah semakin mahal bahkan daya beli masyarakat sudah mulai terasa turun, terus kekinian malahnya BBM ikutan naik, ya bakal tambah mahal lagi dong kebutuhan hidup ini.Â
Okelah, pemerintah berjanji akan ada bantalan sosial kepada masyarakat kurang mampu sebesar Rp. 150.000 selama empat kali dengan total BLT yang diberikan sebesar Rp. 600.000 untuk setiap penerima.
Tapi kan BLT itu kan cuman 4 bulan, sementara kenaikan BBM kan permanen, paling juga habis itu setelah periode BLT habis, ya kerasa lagi, ternyata realitanya kedepan setelah BBM naik kebutuhan hidup semakin mencekik dan masyarakat makin susah makan.Â
Apa yang bisa dibeli coba bila efek domino mengiringi naiknya BBM ini, beli telur mahal, beli minyak goreng mahal, beli cabe mahal, pokoknya semua serba mahal, gimana coba kalau begini. Penghasilan tetap tapi kebutuhan hidup semakin mahal.
Perlu Regulasi Baru terkait BBM Subsidi.
Selama ini pemerintah beralasan bahwa 70 persen subsidi BBM justru tidak tepat sasaran, banyak dinikmati masyarakat yang mampu.
Nah lho, sudah tahu begitu memangnya selama ini ngapain aja? Sudah tahu ada kondisi begitu kok enggak ada solusinya, kok kesan lamban menindak lanjutinya?
Kenapa dari dulu enggak ada upaya tegas bikin regulasi baru pembatasan soal BBM subsidi ini, kenapa juga enggak ada Perpres baru soal aturan siapa berhak dan siapa tidak berhak untuk menerima BBM subsidi ini.
Inilah yang semestinya jadi prioritas pemerintah sekarang ini, yaitu membuat regulasi tegas atau PP baru, ataupun merevisi PP yang sudah ada terkait BBM subsidi, supaya BBM subsidi tidak bocor ataupun jebol kepada yang tidak berhak.
Atau dengan kata lain, semestinya sebelum menaikkan BBM ditengah masih baru recovery-nya kondisi ekonomi masyarakat, buat dulu regulasinya itu seperti apa, sebelumnya juga perlu dilihat dulu kemampuan masyarakat sudah siap atau belum, lihat juga kondisi pasar terkait kebutuhan masyarakat. Jangan langsung main paksa saja bikin keputusan.