Memang sih, kalau merujuk pada fakta di atas, maka memang benar nampaknya, bahwa dampak daya rusak pistol Glock 17 yang digunakan tersangka RE saat mengeksekusi Brigadir J, sangat kuat.
Alur lintasan pelurunya memang sangat kuat berdampak merusak organ tubuh, baik luka tembak masuknya maupun bekas luka tembak keluarnya.
Pada luka tembak masuknya, anak pelurunya memiliki tenaga daya rusak sesuai lintasannya, bahkan saat sampai menembus keluar tubuh, luka tembak keluarnya juga masih memiliki daya rusak organ tubuh luar lainnya yang dilintasinya.
Apalagi bila luka tembak masuknya tersebut ditembakkan kepada tubuh dalam jarak dekat, jelas daya rusaknya terhadap tubuh sangatlah hebat.
Bahkan, kalau ada anak peluru yang bersarang dalam tubuh akan lebih mengerikan lagi daya rusaknya, atau menimbulkan kerusakan serius pada organ dan jaringan tubuh.
Begitulah kira-kiranya analisis dangkal dan awam penulis sesuai logika dan nalar berpikir penulis, yah namanya juga kira-kira ya mohom maklum saja lah.
Namum yang pasti, hasil otopsi ulang jenazah Brigadir Joshua sudah jelas, bahwa faktanya adalah hanya ada kekerasan luka tembak.
Terkait, apakah Brigadir Joshua ditembak dari jarak dekat kah atau dari jarak jauhkah ataupun dari jarak tertentu, termasuk siapa saja penembaknya.
Maka pihak berwenanglah yang punya dasar untuk menjelaskannya, termasuk soal perbedaan hasil otopsi pertama dengan hasil otopsi ulang ini hanya dr. Ade Firmansyah dan timnya lah yang berwenang menjelaskannya dipengadilan.
Yang pasti, fakta kasus Brigadir J sudah jelas, bahwa kasus ini adalah pembunuhan berencana, ada 5 tersangka utama, yaitu FS, RR, RE, KM, dan PC dengan sangkaan pasal 340 KUHP subsider 338 KUHP jo 55 dan 56 dengan hukuman terberat adalah hukuman mati.