Namun demikian, harapannya ke depan, mudahan saja masyarakat tidak sampai seperti itu, asalkan juga di sini, pihak penyelenggara gencar melakukan sosialisasi soal Pemilu ini kepada masyarakat.
Namun demikian, soal banyaknya parpol ini tidaklah salah juga sih, sebab kalau berpedoman pada amanah UUD 1945, pada Pasal 28, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Maka, hal ini adalah hak bagi setiap warganegara.
Yang jelas, masing-masing parpol tersebut pasti punya visi dan misinya tersendiri, dan tentunya tujuan paling utama itu adalah dapat menempatkan wakilnya di parlemen dan tidak jauh juga soal politik praktis, kekuasaan, dan kepentingan.
Meskipun pada umumnya eksistensi parpol mengatasnamakan rakyat tetap saja ujung-ujungnya ya tentang soal politik praktis, kekuasaan, dan kepentingannya masing-masing.
Sebenarnya sih, pembatasan jumlah parpol itu perlu juga diterapkan oleh pihak penyelenggara Pemilu, atau mungkin lebih diperketat lagi lah secara selektif, entah bagaimana caranya, supaya enggak terlalu banyak parpol yang ikut serta Pemilu.
Pihak penyelenggara Pemilu harusnya punya visi berapakah idealnya jumlah parpol peserta Pemilu, lalu atur sedemikian rupablah bagaimana caranya agar bisa diterima dengan legowo dan tidak bertentangan dengan konstitusiÂ
Yang jelas di sini juga bukan berarti membatasi hak warganegara sesuai Amanah UUD 1945 Pasal 28, tapi dalam rangka efisiensi dan efektivitas, baik itu soal biaya Pemilu maupun dari bagaimana agar masyarakat tidak direpotkan dan dibingungkan karena kebanyakan daftar caleg dan parpol.
Lagipula, para pihak pemangku kepentingan politik seharusnya belajar dari sejarah pelaksanaan Pemilu-Pemilu sebelumnya ke belakang yang dulunya juga kebanyakan parpol, sehingga sebelum mendirikan parpol ataupun mendaftarkan parpolnya ya perlu lah mempertimbangkannya dengan saksama.
Karena pada akhirnya, banyak juga yang akhirya parpol yang harus koit alias mati, enggak mencapai ambang batas minimal partai ataupun legislatif, ending-nya ya seleksi alam jugalah yang menentukan.
Percuma kan, sudah capek-capek bikin parpol, sudah habis duit banyak banget, eh mati juga, rugi bandar kan, alias juga bagai pungguk merindukan bulan, nafsu besar dapat suara besar dan menguasai parlemen, eh mak klunyus, malahnya enggak dapet apa-apa.
Jadi, membanjirnya Parpol Peserta Pemilu 2024 sebenarnya sih sudah boleh dikata enggak efektif dan efisien, membanjirnya parpol jadi kepercumaan belaka, karena pada akhirnya bakalan ada yang mati juga kena seleksi alam.