Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2022 dan diteken pada 12 Juli 2022, untuk berlaku hingga 31 Desember 2022.
Inpres tersebut berkaitan tentang Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan Bagi Ibu Hamil, Bersalin, Nifas, dan Bayi Baru Lahir melalui Program Jaminan Persalinan.
Selain mengalokasikan anggaran, Presiden Jokowi juga menginstuksikan supaya Menkes, Mendagri, BPJS, Mensos, dan pemerintah daerah untuk saling berkonsolidasi dalam penerapan Jampersal di lapangan.
Ya. Intinya Inpres tersebut adalah terkait layanan kesehatan gratis dalam hal Jampersal dalam rangka menekan angka kematian ibu (AKI) baik itu pra hingga pasca persalinan bagi warga kurang mampu, seperti warga yang belum terdaftar NIK, belum berpartisipasi dalam Jamkesnas, dan/atau fakir miskin.
Adapun mengenai kriteria orang fakir miskin, pemerintah mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011, bahwa fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian, tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.
Ya, Inpres Nomor 5 Tahun 2022 ini memang bisa jadi angin segar dan begitu sangat membantu bagi warga berkriteria fakir miskin sesuai amanah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011.
Namun sayangnya, Inpres Nomor 5 Tahun 2022 ini masihlah setengah hati!
Kenapa setengah hati?
Ya, karena bisa dilihat saja Inpres Nomor 5 Tahun 2022 ini hanyalah berlaku hingga 31 Desember 2022, setelahnya Inpres tersebut kedaluwarsa, alias. jadi basi!
Katanya mau menekan AKI tapi kok kesannya masih tanggung-tanggung banget sih, kok masih setengah hati, Inpresnya kok masih kayak barang jualan saja sih dipasaran, ada masa kedaluwarsanya.
Kalau pemerintah mau serius tekan AKI, maka Jampersal bagi fakir miskin ya jangan setengah hati lah, permanenkan saja kenapa, sekaligus juga sebagai jadi pembinaan jangka panjang dalam rangka visioner bagi warga fakir miskin untuk bisa mengikuti akses layanan kesehatan JKN.
Kalau terbenturnya juga soal anggaran kan bisa diatur itu, mudah kok kalau pemerintah malah lebih mengoptimalkan anggaran pada sektor kesehatan ini, bisalah itu switch mana yang belum prioritas dan bisa dialihkan ke sektor kesehatan masyarakat.
Ya, soal AKI di Indonesia yang penulis peroleh dari banyak sumber ini dari internet, ternyata Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada 2015 masih mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup, masih jauh dari target 102 per 100.000 kelahiran hidup (KH) pada 2015.
Bahkan, AKI Indonesia masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara pada 2017, Â AKI Indonesia mencapai 177 kematian per 100.000 kelahiran hidup, Thailand (20), Brunei (23), Malaysia (40), Vietnam (54), dan Filipina (144).
Lalu, berdasarkan data rilisan kemenkes RI dari, menurut data Sampling Registration System (SRS) tahun 2018, sekitar 76% kematian ibu terjadi di fase persalinan dan pasca persalinan dengan proporsi 24% terjadi saat hamil, 36% saat persalinan dan 40% pasca persalinan. Yang mana lebih dari 62% Kematian Ibu dan Bayi terjadi di rumah sakit.
Intinya, dari ulasan awal dan kaitannya dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2022Â tersebut, maka soal AKI di Indonesia ini faktor yang paling mempengaruhi memanglah kemiskinan yang termarginalkan yang disebabkan karena hambatan aksesibilitas pelayanan kesehatan di daerah terpencil.
Ya, ternyata hingga kekinian akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas, bagi penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan, masihlah jadi permasalahan mendasar.
Artinya, kenapa Inpres Nomor 5 Tahun 2022 sampai harus dikeluarkan, maka jelaslah pemerintah telah menyadari bahwa dari hasil kalkulasi warga yang terkriteria fakir miskin lah yang paling mendominasi tingginya AKI di Indonesia.
Saran, Strategi, dan Solusi.
Inpres Nomor 5 Tahun 2022 yang telah diteken Jokowi kalau bisa janganlah hanya setengah hati, kalau bisa jangan dibatasi soal masa berlaku Jampersalnya, jangan ada periode kedaluwarsanya, lebih baik itu ya dipermanenkan saja berlaku tanpa batasan tertentu begitu.
Atau, bolehlah saat ini penerapannya masih ada batasan kedaluwarsanya, namun kalau ada perkembangan signifikan dapat menekan AKI, maka ini bisa jadi evaluasi baik, agar dapatnya pada perkembangan selanjutnya untuk di permanenkan saja.
Selanjutnya juga perlu adanya kesamaan persepsi dan sinergitas antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan stakeholder yang menangani permasalahan AKI di Indonesia.
Pemerintah juga harus lebih mengintensifkan sosialisasi dan pelibatan masyarakat terhadap upaya penurunan AKI, khususnya di daerah terpencil, guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pencegahan AKI di Indonesia.
Pemerataan dan perluasan pelayanan kesehatan berkualitas, penyebarluasan komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat haruslah sampai ke daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan.
Selain itu juga, pemerintah juga harus merapikan sistem pendataan dan pencatatan soal AKI ini, agar data yang ditampilkan benar-benar valid, karena tak jarang juga soal data ini masihlah amburadul enggak karuan, data sering tumpang tindih enggak jelas.
Ya, itulah yang kiranya bisa menjadi beberapa saran, strategi, dan solusi terkait AKI dan Jampersal ini, yang tentunya dalam rangka kebaikan, yaitu menekan sekaligus menurunkan AKI di Indonesia.
Yang jelas, gambaran angka minimal kematian ibu (AKI) adalah salah satu indikator yang menunjukkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara dan sangat penting bagi pembangunan karena juga sebagai indikator capaian kemajuan dalam pembangunan sebuah negara.
Jadi, kalau pemerintah mau serius dan optimal dalam rangka meminimalkan, menekan, menurunkan, Angka Kematian Ibu (AKI) dalam hubungannya dengan persalinan, maka Jampersal janganlah setengah hati. Lebih baik sepenuh hati dan nurani, sehingga apa yang ingin dicapai dapat sesuai tujuan.
Demikian artikel singkat ini, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H