Parahnya lagi, justru dari Setneg sendiri malah memamerkan kehadiran Presiden Jokowi di pernikahan Atta dan Aurel ini kepada khalayak publik, betapa semakin meradangnya rakyat akan hal ini.
Ya, peristiwa tidak mengenakkan ini seharusnya jadi bahan evaluasi dan koreksi pemerintah, terkait bagaimna Sense of Crisis negara dan pejabat negara dengan masih dihadapkannya pandemi korona yang masih melanda negara ini.
Sense of Crisis sendiri adalah merupakan suatu kepekaan terhadap sebuah suasana, situasi dan kondisi yang sedang dihadapi oleh seseorang, kelompok dan masyarakat, termasuk juga pemerintah dan negara.
Dan seperti yang telah diketahui bersama, wabah pandemi corona masih melanda Indonesia, dampaknya dan akibatnya sungguh sangat membuat pilu dan prihatin rakyat.
Jangankan mau bikin acara pernikahan yang memenuhi standar prokes pandemi corona, bisa makan saja dalam sehari sulitnya masih setengah mati.
Kalaupun ada yang bisa bikin resepsi pernikahan, itu pun harus main kucing-kucingan dengan aparat, karena bisa-bisa di bubarkan secara paksa dengan alasan membuat kerumunan dan tidak sesuai prokes pandemi corona.
Betapa sungguh sangat tidak elok, ternyata kepekaan atau Sense of Crisis Presiden Jokowi dan Pejabat Negara terhadap derita rakyat yang menderita karena terdampak pandemi corona harus terhempas dengan hingar bingar kemewahan pesta pora pernikahan Atta dan Aurel.
Sebegitu sajakah! Anjay dan bangke banget kalau begini namanya!Â
Oh betapa mirisnya, prihatin dan sedih melihatnya, kok Presiden Jokowi dan para bawahannya nggak peka dengan derita rakyat yang masih sulit kondisinya karena pandemi korona ini.
Jadi, ya cukup pantaslah kalau ini harus wajib menjadi evaluasi dan koreksi pemerintah, karena apa, ya jelas saja, ini bisa menimbulkan krisis kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.