Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Overthinking Karena "Victim Mentality", Harus Bagaimana?

24 Maret 2021   14:56 Diperbarui: 24 Maret 2021   16:38 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar via Fairygodbos.com

Apakah Anda sering terlalu berprasangka yang enggak-enggak pada diri sendiri, seperti, menganggap diri terlalu lemah, nggak bisa bersaing di kantor, nggak selevel dengan orang lain, hingga akhirnya sering selalu menyalahkan diri sendiri dan lain sebagainya yang sejenis?

Kalau Anda sedang berada pada kondisi overthinking seperti di atas, maka itu artinya Anda sudah mengalami yang namanya gangguan "Victim Mentality".

Victim mentality ini sendiri adalah suatu keadaan atau suatu kondisi di mana seseorang selalu mengira atau merasa kalau ada yang selalu salah dalam dirinya atau merasa nggak pantas mendapatkan sesuatu yang baik dalam hidup.

Bahkan, ketika banyak orang yang menasihati dan memberikan kritik positif dan solusi, Anda justru susah untuk menerima dan selalu menganggap kalau orang lain nggak ada yang bisa memahami diri Anda.

Sehingga yang terjadi adalah, Anda akan selalu mengeluh dan menghujat diri Anda sendiri, untuk menunjukkan betapa menyedihkan dan menderitanya hidup Anda.

Ya, semua orang memang bisa mengalami victim mentality ini, termasuk juga penulis sendiri, tapi ketika suatu saat harus terbentur masuk ke dalamnya, akankah kondisi victim mentality ini akan terus Anda biarkan, maukah Anda jadi semakin jatuh dan terpuruk di dalamnya?

Ayo jangan begitu, mari kita bangkit bersama, mari kita sehatkan mental dan jiwa kita, mari kita berantas gangguan victim mentality ini.

Dengan cara yang bagaimana?

Ya, satu-satunya jalan adalah menumbuh-kembangkan ataupun meningkatkan kualitas mental percaya diri.

Iya sih kita harus percaya diri, semua tahu lah memang konsekuensinya ya harus seperti itu, tapi percaya diri yang bagaimana dong?

Nah, Berikut ini penulis sarankan langkah solusi untuk menumbuh-kembangkan ataupun meningkatkan kembali kualitas mental percaya diri ketika victim mentality ini terjadi pada diri, yaitu;

Ilustrasi gambar via Fairygodbos.com
Ilustrasi gambar via Fairygodbos.com
1. Meresapkan kepribadian dan identitas diri ke dalam pembawaan diri.

Meresapkan kepribadian dan identitas diri ke dalam pembawaan diri di sini adalah, menerapkan langkah percaya diri dengan selalu menunjukkan kepribadian dan identitas yang sebenarnya kepada dunia untuk tidak peduli atau mengabaikan komentar negatif tentang diri dari orang lain atau dengan artian lain, kita nggak gampang baperan dengan kritik destruktif ataupun bully-an orang lain.

Ngapain juga pakai di ambil hati segala, percuma banget, mereka nggak kenapa-kenapa tapi malah kitanya yang kenapa-kenapa, jadi ya jangan buat mereka menang dengan teror bully-an mereka, tapi kalahkan mereka dengan prinsip pembawaan diri kita.

Contohnya seperti begini misalnya, penulis pernah diragukan oleh orang lain dalam menjalankan suatu pendelegasian tugas dari atasan, karena dianggapnya oleh mereka tampilan penulis sangat meragukan atau kurang meyakinkan.

"Memangnya kamu bisa mengendalikan para Jurnalis itu Sigit, kok saya nggak begitu yakin ya kamu bisa, sudahlah jangan kamu lah, saya mau usul lah sama atasan kamu, biar jangan kamu lah yang menangani ini".

"Maaf Mas Bro, jangan nilai orang dari luarnya sebelum kamu lihat buktinya di lapangan, atasan saya mendelegasikan tugas ini kepada saya, artinya beliau percaya pada saya dan beliau sudah tahu bagaimana kapasitas saya dalam menjalankan tugas".

"Kalau kamu begitu, artinya kamu juga meragukan kemampuan atasan saya, sehingga kesannya kamu malah men-judge atasan saya nggak mampu milih orang dalam tugas, jadi ya  kita lihat saja kayak apa entar, okey bro".

Nah, punya karakter dan kekuatan pembawaan diri seperti inilah sebenarnya yang akan membuat nyaman diri sendiri, membuat kita kuat dan selalu mencintai diri sendiri, terus-menerus mendorong keyakinan diri sendiri ke arah positif, dan dengan bebas mengekspresikan pandangan hidup, sehingga dengan begitu kita akan selalu memiliki mental keberterimaan diri, memiliki harga diri yang tinggi, dan jati diri yang tangguh.

2. Meresapkan ekspektasi ke dalam pembawaan diri.

Kita sering sekali terbentur atas kekurang yakinan kepada diri, bahwa kita tidak bisa sebelum kita kerjaan, sering sekali hanya berdasar pikiran yang enggak-enggak dulu yang jadi acuan, padahal sebenarnya belum dikerjakan, sehingga yang terjadi adalah kita nggak punya ekspektasi dalam pencapaian suatu tujuan.

Jadi, tidaklah salah kalau kita memiliki ekspektasi yang tinggi dalam pembawaan diri, tapi ekspektasi tinggi tersebut ya harus realistis, kalau terlalu ketinggian juga dan nggak realistis ya mimpi di siang bolong itu namanya.

Untuk apa sih ada ekspektasi ini, ya untuk menumbuhkan motivasi dan keyakinan, bahwa kita punya cita-cita, kita punya tujuan dan arah yang jelas dalam hidup, dan eksekusinya adalah dengan tindakan nyata, maka berjalan saja dengan kekuatan tujuan, dekati hidup dengan tujuan, dan masuki ruang dengan tujuan, bawa ekspektasi itu secara realistis ke dalam diri.

Jadi dengan meresapkan ekspektasi ke dalam pembawaan diri ini, kita memberi diri kesempatan yang adil pada diri, untuk meningkatkan potensi diri dan mengeksplor diri dalam melakoni kehidupan sehari-hari.

3. Meresapkan optimisme ke dalam pembawaan diri.

Jika Anda berpikir Anda tidak pantas mendapatkan apa pun dalam hidup, maka Anda hanya akan menjadi orang yang selalu pandai menilai orang lain saja, tapi jadi selalu pesimis dan nggak yakin kalau pada diri sendiri, padahal sejatinya, Anda punya potensi untuk jadi inovator dan kreator hebat.

Jadi ya optimis saja, pokoknya jangan sekali-kali mencetuskan kita nggak bisa sebelum dicoba, percaya saja pada kemampuan Anda sendiri, meskipun untuk menjalani kehidupan yang sukses dan mencapai tujuan Anda, akan ada banyak hal yang tidak selalu berjalan sesuai rencana, ya optimis saja dan percayalah pada satu kesempatan, akhirnya Anda akan tahu bahwa ternyata ada kualitas kemampuan unik yang ada pada diri Anda.

*****

Yang memegang kendali atas pikiran kita adalah kita sendiri, kita adalah Nakhoda atas diri sendiri, sehingga terkait bagaimana mengarahkan kemudinya ke arah mana, pilihannya ada pada kita sendiri.

Memang terkadang tanpa sadar ataupun secara sadar, kemudi itu bisa saja berbelok arah, akibat kita lemah memegang kendalinya, sehingga akhirnya kita masuk ke dalam suatu"pusaran cobaan" yang namanya victim mentality ini.

Namun demikian, bukan berarti kita harus semakin lemah dan semakin masuk ke dalamnya, selama masih ada peluang untuk lepas dari victim mentality ini, ya satu satunya jalan adalah pegang kuat-kuat kendali pikiran anda.

Pegang dengan apa, ya itu tadi, kembali pada prinsip jati diri, punya ekspetasi dan optimisme dalam pembawaan diri sebagai pengejawantahan diri dalam melakoni kehidupan sehari-hari.

Demikian kiranya artikel singkat ini, bukan bermaksud mengajari, tapi niat tulus berbagi pengalaman untuk saling mengedukasi bersama, semoga kiranya dapat bermanfaat.

Salam hangat.
Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun