Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Harus Pecat Moeldoko, Sebenarnya Saran yang Konstruktif

7 Maret 2021   18:15 Diperbarui: 7 Maret 2021   19:20 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar via Antara/Kabar24Bisnis.com

Pasca Moeldoko jadi Ketum Demokrat versi KLB Deli Serdang, maka sejumlah pihak dan berbagai kalangan publik menyarankan agar Presiden Jokowi memecat Moeldoko dari jabatan Kepala Staf Presiden (KSP).

Ya, memang cukup logis dan wajar sih, kalau sekiranya berbagai saran dan dorongan dari sejumlah pihak dan kalangan publik tersebut menyangkut tindakan Moeldoko dalam kisruh Partai Demokrat, apalagi ternyata memang terbukti Moeldoko memang terlibat dalam kudeta AHY.

Tentunya saran dan masukan publik niatnya baik, ini agar citra Presiden Jokowi dan pemerintah tidak terpengaruh ataupun tercoreng atas manuver "jorok" Moeldoko dalam mencaplok Partai Demokrat.

Ya, memang benar, tidak ada aturan mengikat terkait status Moeldoko harus mundur ataupun dipecat dari jabatannya sebagai KSP, bahkan Moeldoko boleh banget bersikeras bertahan tetap menjabat KSP.

Tapi setidaknya, agar kiranya tidak menimbulkan persepsi buruk dari publik terhadap pemerintahan dan Jokowi, seyogianya polemik terkait apa yang dilakukan oleh Moeldoko ini dapat disikapi dengan bijak oleh Presiden Jokowi.

Setidaknya kalau Presiden Jokowi tidak ingin memecat Moeldoko, maka Jokowi bisa saja meminta kepada Moeldoko agar mundur dari Jabatan KSP, sehingga Moeldoko melakukan dengan sendirinya untuk mundur dari jabatan KSP.

Inipun sebenarnya agar Presiden Jokowi tidak dianggap terlibat dalam kisruh yang terjadi atas Partai Demokrat, sekaligus menegaskan sikap netral pemerintah dan Jokowi dalam menyikapi kisruh yang terjadi di Partai Demokrat.

Kalau Jokowi tetap diam saja atas perilaku Moeldoko ini, sebenarnya sih bisa berdampak buruk, karena tuduhan-tuduhan yang menilai adanya keterlibatan Presiden Jokowi dan pemerintah dalam kisruh Partai Demokrat akan semakin liar di publik.

Bahkan Presiden Jokowi jadi tertuduh memang sengaja membiarkan dan malah memberi restu atas manuver Moeldoko di Partai Demokrat.

Tapi entahlah, apakah Presiden Jokowi tetap bersikeras diam saja, tidak memecat Moeldoko, atau lebih mempertimbangkan berbagai aspek positif demi kebaikan sehingga mengambil keputusan untuk memecat Moeldoko, semuanya kembalinya tergantung Presiden Jokowi saja.

Ilustrasi gambar via Antara/Kabar24Bisnis.com
Ilustrasi gambar via Antara/Kabar24Bisnis.com
Seyogianya dalam hal ini, kalau sebenarnya Moeldoko mau tahu diri, seharusnya beliaulah yang mengambil inisiatif untuk mundur dari jabatannya sebagai KSP.

Tapi sepertinya akanlah sulit rasanya kalau Moeldoko mau bertindak begitu, ini karena justru sebagai KSP lah kekuatan yang sesungguhnya dari Moeldoko terkait kisruhnya Partai Demokrat dan masa depannya ke depan terkait legitimasi Demokrat Kubunya.

Sehingga di sini, ya memang harus dari Presiden Jokowi sendiri lah yang meminta mundur Moeldoko dari jabatan KSP secara terhormat.

Ya, memang rawan sekali kalau begini situasinya, jadi serba bikin opini liar publik dan persepsi liar publik, serta bermacam multitafsir dan tudingan minor lainnya kepada pihak istana khususnya kepada Presiden Jokowi sendiri terkait manuver Moeldoko dalam kisruh Partai Demokrat ini.

Kalau setidaknya dalam hal ini memang tidak ada penjelasan sedikit pun atau rilis resmi dari pemerintah ataupun dari Presiden Jokowi terkait tindakan Moeldoko yang bermanuver di Partai Demokrat ini, maka ya jangan di salahkan kalau publik menuduh Istana terlibat, Presiden Jokowi terlibat, dan pemerintah terlibat dalam kisruh yang terjadi di Partai Demokrat.

Jangan salahkan juga kalau publik akhirnya jadi men-judge bahwa Rezim Jokowi sama saja seperti Rezim Soeharto yang berhasil menghancurkan PDI.

Jangan salahkan publik kalau akhirnya publik menyatakan bahwa Rezim Jokowi memang penghancur Parpol Oposisi, termasuk Partai Demokrat dan turut merusak tatanan demokrasi.

Jadi, agar dapat meluruskan semua opini liar publik dan berbagai tuduhan minor terhadap Presiden Jokowi, Istana, ataupun Pemerintahan, ya memang harus ada penjelasan ataupun rilis resmi sekaligus tindakan nyata terkait manuver "jorok" dari Moeldoko di Partai Demokrat ini.

Tapi ya entahlah, apakah dalam hal ini pemerintah ataupun Presiden Jokowi mau atau tidak, ya terserah saja, yang jelas saran konstruktif dari publik terkait tindakan manuver kotor Moeldoko sudah diberikan, sehingga tinggal bagaimana pemerintah saja.

Demikian artikel singkat ini, kurang lebihnya kalau banyak kekurangannya, penulis mohon maaf.

Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun