Dengan berlatar belakang menerima masukan-masukan dari ulama-ulama, MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya, serta tokoh-tokoh agama yang lain, dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah, legalisasi miras yang tertuang dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang menuai kontroversi di ruang publik ini, pada akhirnya dicabut atau dibatalkan oleh Presiden RI Joko Widodo.
Ya, begitulah kabar berita yang tersiar, setelah banyak mendapat kritik keras dari berbagai pihak, akhirnya pemerintah tidak jadi melegalkan peredaran miras.
Dalam hal ini, boleh dibilang "oke", ternyata pemerintah mau mendengarkan kritikan publik yang menyoal legalisasi Miras ini.
Namun demikian, inilah juga sebenarnya, gambaran nyata dan fakta, kebiasaan buruk dari pemerintah yang sering sekali inkonsisten dalam hal memutuskan dan memberlakukan kebijakan publik, sering sekali berubah-ubah, terkesan terburu-buru, kurang matang dan pertimbangan dalam memutuskan suatu kebijakan.
Dasar tuman! cek ombak kebijakan kok jadi kebiadaban eh kebiasaan, masa sih kebijakan kok sering coba-coba dan berubah-ubah begitu, katanya cak lontong sih, mikiiir.
Karena faktanya, memang bukan cuman sekali dua kali pemerintah sering enggak konsisten bikin kepicekan eh kebijakan publik ini, sebentar di sahkan, sebentar dicabut, bikin kebijakan kok plintat-plintut dan plin-plan.
Jadi heran banget, kebijakan di era pemerintahan Jokowi ini kok sering sekali tidak konsisten, banyak kebijakan yang cepat berubah hanya dalam tempo waktu yang sesingkat-singkatnya.
Seperti sedang bercanda saja pemerintah ini soal bikin kebijakan publik ini, ibarat kata, hari ini bilang Miras legal, besoknya bilang Jengkol ilegal, eh lusanya bilang petai itu bikin bau ketek, Jaka goblok bawa gemblung, enggak nyambung kelesss.
Anjaaay, apa-apan sih ini sebenarnya, bagaimana publik bisa percaya kepada pemerintah kalau begini caranya, bagaimana publik dapat menggugu para pejabat publik, kalau dalam memutuskan dan memberlakukan kebijakan publik kok sering sekali "tuman" plintat-plintut.
Padahal, kepercayaan publik itu adalah harga mati dalam hal membuat dan memberlakukan kebijakan publik, sehingga prinsip kehati-hatian dengan mempertimbangkan dampak ataupun efek dari suatu kebijakan itu adalah sebagai dasar yang penting banget.
Lucu sih sebenarnya kalau cara berpikir pemerintah itu terlalu sempit dan dangkal dalam menetapkan kebijakan, padahal para pejabat yang memunggawai pemerintahan adalah orang-orang yang berpendidikan dan terdidik.
Dan aneh sekali kalau mereka yang berpendidikan dan terdidik tersebut tidak mempertimbangkan bagaimana implikasi kebijakan itu secara visioner jauh ke depan.
Tapi ya begitulah, ternyata memang lucu dan aneh, karena memang realitanya di lapangan faktanya ya memang seperti itu adanya, memutuskan dan memberlakukan kebijakan enggak mikir panjang, dasar-dasar pertimbangannya sempit dan dangkal.
Bahkan, sering sekali membuat kebijakan hanya karena mempertimbangkan satu aspek permasalahan saja tanpa mempertimbangkan kaitannya dengan aspek-aspek yang lainnya, sehingga gagal megenali dan menela'ah pokok masalah yang dihadapi secara keseluruhan.
Terkesan kok menggampangkan banget atau dengan bahasa gaulnya terkesan menyederhanakan sesuatu (over simplification), kurang wawas dalam mempelajari secara mendalam untuk memutuskan suatu kebijakan, terkesan sembrono karena tidak serius dan tidak fokus mengeksekusi kebijakan.
Malahnya kebijakan yang diberlakukan justru tidak dapat mengatasi masalah, sehingga menimbulkan masalah-masalah baru.
Yang jelas, jika kebijakan pemerintah sering berubah-ubah dan enggak konsisten begitu, tentu saja akan dapat semakin menggerus kepercayaan publik, kredibilitas pemerintah semakin jatuh dan hancur, karena terkesan terlalu menjual murah harga diri.
Jadi, dengan bercermin dari kebijakan pemerintah yang sering sekali plintat plintut ini, maka jangan sampai terulang kembali hal begini dikemudian hari.
Sehingga harus dievaluasi dan diperbaiki, agat kiranya dalam memutuskan suatu kebijakan publik itu tidak sembrono. Camkan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H