Namun sayangnya, sisi positif yang seharusnya bisa didapatkan dari membaca suatu konten di dunia digital secara utuh malah lebih dikebelakangkan, sebagian besar warganet justru banyak yang jadi kaum pembaca judul.
Duhai kaum pembaca judul, bacalah konten atas nama literasi, sisihkan waktu barang semenit dua menit untuk membaca konten di dunia digital secara utuh, janganlah cuman baca judul doang.
Memang benar, mau baca konten secara utuh atau enggak, mau cuma baca judul doang, itu memang merupakan hak preogratif Warganet, sehingga penulis tidak boleh memaksakan kehendak.
Namun karena sebagai bentuk keprihatinan terkait literasi digital Warganet, setidaknya inilah niat ikhlas penulis melalui himbauan dan ajakan kampanye ini demi kemajuan literasi bangsa, demi semakin teredukasinya, cerdasnya dan bijaknya warganet dalam bermedsos di dunia maya.
*****
Ya, dunia digital memang sudah menyatu dengan literasi untuk mendapatkan informasi daring, seperti melaui internet, media sosial dan alat-alat digital lainnya yang memang sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat modern.
Diakui, mengajak maupun mengedukasi masyarakat untuk membaca memang harus menyesuaikan karakternya dan itu memang tidak mudah, apalagi semakin kekinian budaya baca lebih intens di dunia digital.
Artinya, aktivitas dan usaha mendapatkan pengetahuan dan wawasan literasi bisa melaui menonton televisi, membaca berita online, atau menonton video di Youtube dan berbagai alat literasi digital lainnya yang seharusnya membuat masyarakat semakin maju tingkat literasi digitalnya.
Tapi bila melihat karakter Warganet yang suka keviralan, membaca judulnya saja dan mudah membagikannya tanpa proses memahami, tampaknya masyarakat kekinian memang masih ditahap pra literasi digital, belum sampai pada posisi era literasi digital.
Tentu ada yang salah, bila aktivitas masyarakat di internet belum meningkatkan taraf melek aksara dan literasi, karena jika dilihat dari semakin meningkatnya pengguna internet di Indonesia maka bila dikatakan sebagai negara yang masih tertinggal dalam literasi digital tentu sangat paradoks.
Sebab, masyarakat di era digital ini seharusnya "banjir literasi" bukan "gersang literasi", era banjir informasi harusnya menjadikan masyarakat selektif memilih informasi.