Sempat viral adanya pemberitaan dari salah satu Pers Media Online sebut saja Detik.com terkait pemberitaan yang menguak ranah privasi kehidupan seksual Nora Alexandra yang merupakan istri dari Jerink SID di ruang publik.
Nora Jerinx akhirnya komplain atas pemberitaan yang menyinggung ranah privasinya tersebut kepada pihak Detik.com, tapi pihak Detik.com melalui Jurnalisnya justru membantah dan malah terkesan innocent parah merasa tidak bersalah, malah balik mempertanyakan kepada Nora Jerinx terkait apa yang salah terhadap pemberitaan tersebut, Warganet turut gempar dan pada umumnya membela Nora Jerinx.
Padahal jelas dalam pemberitaan yang viral tersebut, Detik.com telah melanggar Kode Etik Jurnalistik pada Pasal 2 dan Pasal 9 yang secara intinya mengatur tentang profesionalisme Wartawan dan ranah privasi orang yang jadi objek pemberitaan.
Usut punya usut, menyadari kekonyolan dan kekoplakkan dari pemberitaan tersebut, tidak lama kemudian Detik.com merilis secara resmi kepada publik terkait permintaan maaf kepada Nora Jerinx atas pemberitaan yang menyangkut ranah privasi Nora Jerinx tersebut.
Itikad baik tersebut disambut baik oleh Nora Jerinx yang akhirnya berbesar hati dan ikhlas memaafkan Detik.com terkait pemberitaan yang menyangkut ranah privasinya tersebut.
Beruntung permasalahan ini dapat diselesaikan, salut atas keikhlasan Nora Jerinx dan tindakkan elegan dari pihak Detik.com yang cepat tanggap atas kekoplakkan pemberitaan tersebut.
Ya begitulah, ending dari berita yang sempat viral tersebut yang pada akhirnya bisa meluruskan dan melegakan semua pihak, baik itu Nora Jerinx, Detik.com dan Warganet.
Sejatinya juga, dari kasus yang terjadi antara Nora Jerinx dan Detik.com ini seharusnya secara umumnya bisa jadi refleksi diri bagi pihak Pers lainnya agar dalam menjalankan amanah pilar keempat demokrasi selalu berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistik dan hukum yang berlaku di Indonesia.
Sebab, apa yang terjadi dan dilakukan oleh Detik.com kepada Nora Jerinx tersebut hanyalah satu atau sebagian kecil dari sekian banyaknya perilaku ketidakpantasan, kekonyolan, dan kekoplakkan perilaku jurnalistik Pers.
Karena tidak dimungkiri semakin kekinian, ternyata perilaku jurnalistik "koplak" oleh Pers justru semakin dirasa menggila, era disrupsi digital bukannya membuat perilaku jurnalistik Pers semakin membaik.
Tapi justru jurnalistik Pers terkesan semakin tak berkode etik, harga diri kode etik jurnalistik malah semakin luntur, bahkan terhina dina dan semakin tidak berharkat dan bermartabat.
Perilaku jurnalistik terkesan semakin menghalalkan segala cara dengan sering mengabaikan independensi Pers, mengabaikan data dan fakta, bahkan sering sekali hanya berdasarkan preferensi ataupun selera pribadi dari para Jurnalisnya sendiri.
Padahal, fakta adalah kesucian independensi Pers, sebagai dasar Pers dalam membuktikan kebenaran sejati, bahwa selipan opini dan preferensi Jurnalis adalah sangat haram bagi independensi Pers.
Sehingga yang terjadi adalah, Pers sering mengabaikan yang mana ruang privat dan yang mana ruang publik terhadap suatu objek pemberitaan, Pers juga sering tidak proporsional yaitu memuat berita yang tidak berimbang, tidak ada verifikasi kepada pihak yang diberitakan, sering menghakimi, menuduh, serta melanggar asas praduga tak bersalah.
Ya, kondisi yang sungguh sangat memprihatinkan bukan?
Di sinilah yang seharusnya sudah wajib jadi perhatian serius bagi para pelaku Pers, agar jangan sembarangan dan asal-asalan saja dalam mengemban amanah sebagai pilar keempat demokrasi.
Sehingga dalam hal ini para Jurnalis harus secara konsisten dan mutlak menegakkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik dalam segala situasi, baik itu dalam pemberitaan maupun dalam proses peliputan.
Oleh karenanya juga, maka dalam hal ini, para Pemimpin Redaksi Pers Media Massa harus memeriksa dan memastikan dengan benar terkait kesiapan dan kelayakan para Jurnalisnya dalam bertugas.
Sehingga para Pimred Pers Media harus memastikan bahwa mereka telah secara komprehensif memahami Kode Etik Jurnalistik dan harus selalu mengevaluasi dan bisa menindak tegas para Jurnalisnya bila dalam bertugas memang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik di lapangan.
*****
Yang jelas, secara keseluruhannya dalam ruang publik, Pers harus secara konsisten menempatkan ruang media sebagai ruang publik sosial untuk menginformasikan hal-hal yang benar-benar penting, relevan ataupun urgen untuk kepentingan publik.
Ruang publik media harus dihindarkan dari perbincangan, perdebatan, hingga pergunjingan yang terlalu jauh memasuki ranah privat atau domain intimitas pribadi seseorang, tanpa memperhatikan relevansinya bagi kepentingan publik.
Oleh karenanya, kalangan Pers diharapkan semakin introspeksi diri, menjadi Pers yang selalu memperhatikan dengan benar bahwa pemberitaan yang berlebihan dengan penggunaan sudut pandang pemberitaan yang terlalu berorientasi pada segi-segi sensualitas yang bombastis belaka, bukanlah sebagai ranah pembenaran terhadap rating, komersialitas, jumlah pengakses ataupun oplah, tapi menjunjung tinggi profesionalisme Pers berdasar Kode Etik Jurnalistik dan hukum yang berlaku.
Yang tidak boleh terlupa juga adalah, peran aktif Dewan Pers dalam menyikapi perilaku Pers kekinian, sehingga Dewan Pers harus terus memperhatikan dan mengawasi dengan saksama bagaimana perilaku Pers yang sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan hukum yang berlaku di negeri ini.
Pun juga, pendidikan, pelatihan, dan kontrol terkait perilaku Pers di ruang publik terhadap Kode Etik Jurnalistik ini harus benar-benar ditegaskan dan ditegakkan secara profesional.
Yang pasti, sebagai pengemban amanah pilar keempat demokrasi, Pers kekinian haruslah selalu mengakomodasi kemajemukan nilai dan kultur bangsa Indonesia yang berkebenaran sejati dengan berlandaskan kepada Kode Etik Jurnalistik dan hukum yang berlaku di NKRI yang kita cintai bersama ini.
Demikian artikel singkat ini, semoga dapat bermanfaat.
Salam hangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H