Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Balik Geger Manuver Politik AHY Vs Moeldoko

5 Februari 2021   21:15 Diperbarui: 5 Februari 2021   21:47 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase potret Agus Harimurti Yudhyono (kiri) dan Moeldoko (kanan). /Dok. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja dan Instagram @dr_moeldoko.

Kancah politik Indonesia memang selalu dinamis, seperti halnya geger manuver politik di antara Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Moeldoko.

Politikus AHY mengklaim ada upaya kudeta terhadap dirinya yang direncanakan oleh pihak istana, tudingan itu pun akhirnya mengarah pada sosok Moeldoko.

Bahkan AHY turut melibatkan Presiden Jokowi, dengan mengirimkan surat kepada Jokowi, terkait manuver politik yang dilakukan oleh anak buahnya tersebut.

Sementara itu, Moeldoko sangat begitu responsif dan reaktif, membantah keras tudingan AHY, hal ini pun diperlihatkan melalui rilis resminya kepada publik.

Sedangkan pihak istana melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno dengan tegas juga menyatakan bahwa pihaknya tidak akan menjawab surat yang dikirimkan oleh AHY karena surat itu terkait dengan urusan internal Partai Demokrat.

Dilain pihak, Partai Demokrat mengklaim bahwa Jokowi sudah membaca surat AHY dan sudah menegur Moeldoko agar tidak membuat kegaduhan di ruang publik dan tetap fokus pada penanganan pandemi corona.

Ya, begitulah dinamika politik tersebut, saling klaim dan saling bantah, entah mana yang benar dan mana yang bisa dipercaya hanya perjalanan waktu lah yang akan membuktikannya.

Memang patut diakui AHY cukup punya nyali, berani bermanuver menuding Moeldoko mau mengudetanya dengan alasan sejumlah bukti yang didapatnya.

Bahkan berani membidik Jokowi dan berbagai pihak, baik itu dipemerintahan dan pihak lainnya, yang artinya di sini AHY juga menuding adanya konspirasi pihak-pihak yang berkuasa dipemerintah, dalam rangka mengambil alih secara paksa Partai Demokrat.

Apakah manuver politik AHY ini hanya sekedar nekad dan asal-asalan belaka?

Bisa dikatakan benar, bahwa AHY hanya sekedar nekad dan asal-asalan, namun tidak menutup kemungkinan manuver politinya tersebut bukan sembarangan, bisa jadi ada tujuan dan maksud tertentu dibalik manuver politiknya tersebut.

Sebab, kalau melihat bagaimana nyali AHY menuding Moeldoko mau mengudetanya, bahkan turut membawa-bawa Jokowi ataupun pihak istana, patut juga dipertanyakan dan diperhitungkan, ada apa sampai-sampai AHY bisa seberani itu?

sepertinya manuver AHY ini bukanlah sembarangan, sepertinya tidaklah mungkin AHY hanya sekedar nekad dan asal-asalan belaka, tentu AHY punya tujuan dan kepentingan politiknya.

Nampaknya juga, terlepas mau bagaimana pun atau apa pun cara yang ditempuhnya tersebut, sepertinya AHY sedang menaikan posisi tawar dirinya dan menegaskan panggung politiknya di Pilpres 2024.

Setidaknya manuver politik AHY ini, turut menegaskan juga, bahwa posisi Partai Demokrat hingga 2024 mendatang merupakan pihak oposisi bagi pemerintahan Jokowi dan bukan lawan politik yang ecek-ecek yang bisa diintervensi dan diambil alih begitu saja oleh pihak-pihak yang punya kepentingan tertentu di lingkar kekuasaan.

Sekali lagi bagaimanapun dan apapun cara yang AHY tempuh, sepertinya AHY memang sengaja membentuk citra partainya untuk mendapat simpati masyarakat, menyatakan kontestasi terbuka dalam kancah politik, seolah memberi sinyal tantangan, ini loh saya, ini loh kekuatan partai saya, bagaimana dengan kalian.

Bahkan AHY, ingin menunjukkan level dirinya kepada Moeldoko, bahwa dia bukan semudah itu untuk dikalahkan, bukan anak kemarin sore, tidak berani menghadapi Moeldoko, seolah juga dia ingin memberi sinyal perlawanan, lu siapa mul, berani beraninya mau mengudeta saya, oh nggak semudah itu mul, jangan dikira Mayor nggak berani sama Jenderal.

Lalu, benarkah Moeldoko ingin mengudeta AHY dari Partai Demokrat demi kendaraan politiknya di Pilpres 2024, benarkah upaya kudeta tersebut ada udang dibalik batu, ada konspirasi kepentingan, pengambilalihan Partai Demokrat oleh pihak-pihak yang berkuasa dipemerintahan?

Ya, yang jelas, penulis sangat berharap apa yang ditudingkan AHY tersebut adalah tidak benar dan tidak terbukti, segala opini liar tidak terbentuk di ruang publik.

Namun sayangnya, meskipun Moeldoko membantah keras tudingan AHY, tetapi secara gestur politik, mantan politikus Partai Hanura tersebut justru menunjukan kesan tidak menampik bahwa dirinya memang punya kepentingan di Pilpres 2024.

Sepertinya agaklah sulit mengatakan ataupun membantah, kalau apa yang selama ini diperlihatkannya kepada publik justru membentuk opini publik kepadanya, bahwa memang ada niatan Moeldoko mengudeta AHY demi mendapatkan kendaraan politik di Pilpres 2024.

Andaikata, Moeldoko biasa saja, tidak terlalu reaktif menanggapi tudingan AHY tersebut, mungkin ceritanya bisa berbeda, Pratikno ataupun pihak istana tidak perlu repot-repot mengcounter tudingan AHY.

Sebab, dengan respon reaktif Moeldoko tersebut, opini publik semakin liar, sehingga justru terbentuk opini publik bahwa memang benar ada udang dibalik batu, ada konspirasi pihak-pihak penguasa dipemerintahan untuk mengambil alih secara paksa Partai Demokrat. 

Apalagi ada fakta sejarah peristiwa Kudatuli, bagaimana rezim orde baru mengambilalih paksa PDI pada pada 27 Juli 1996 silam.

Apakah Jokowi hanya diam, tidak ada urusan sama sekali terkait ketegangan politik yang terjadi antara AHY dan Moeldoko, atau malah memberi restu Moeldoko?

Patut diakui, dalam hal ini Jokowi bertindak sangat briliyan dan sangat hati-hati, tidak turun langsung menanggapi terkait geger politik yang terjadi antara AHY dan Moeldoko.

Untung saja hanya Pratikno yang turun tangan dan tegas menjawab bahwa perseteruan AHY dan Moeldoko tidak urusannya dengan Jokowi.

Sebab, kalau Jokowi sampai turun tangan langsung menanggapi AHY ceritanya bisa berbeda, opini akan semakin liar dan panas.

Karena bisa saja terbentuk opini bahwa ternyata Jokowi merestui Moeldoko, yang artinya memang ada konspirasi di antara pihak-pihak yang ada dipemerintahan.

Tidak diresponnya AHY oleh Jokowi, sekaligus di sini bisa jadi penegasan kepada publik, bahwa AHY belum lah lawan sepadan atau belum lah level bagi Jokowi, bisa dikatakan AHY gagal memerangkap Jokowi melalui manuver politiknya tersebut.

Sehingga klaim dari pihak Partai Demokrat yang menyatakan bahwa Jokowi sudah membaca surat AHY dan menegur keras Moeldoko, masih diragukan, masih perlu dipertanyakan, apa dasarnya, apa buktinya bisa menyatakan seperti itu, karena bisa saja klaim tersebut hanya opini belaka, karena memang tidak ada cukup bukti bahwa apa yang dinyatakan tersebut berasal dari Jokowi langsung.

Ya, dalam hal manuver politik, tidak tertutup kemungkinan-kemungkinan dan dugaan-dugaan terkait tujuan dan kepentingan politik masing-masing.

Berpolitik itu memang layaknya berperang, berbagai cara dan strategi akan dipraktikan demi satu tujuan utama, yaitu untuk menang dan berkuasa.

Yang jelas dalam hal ini, pasti tidak ada yang ingin kalah, sehingga berbagai cara dan strategi kotor pun sering sekali dihalalkan.

Dengan kata lain tidak ada yang haram kalau mau menang dan berkuasa, sehingga intrik dan manuver politik kotor pun sering sekali dipraktikan Parpol dan politisi untuk meraih simpati rakyat.

Terkadang manuver politik ini terlihat seperti politik muka dua dan munafik, Parpol bersikap mendukung suatu kebijakan, tapi sejatinya punya kepentingan tertentu, sehingga berbagai isu-isu dimunculkan untuk menjatuhkan lawan.

Salah satu cara untuk menang dalam politik adalah bermanuver, tapi kalau tidak matang dan hati-hati, manuver itu akan menjadi boomerang bagi Parpol maupun para politikusnya.

Sehingga bermanuver ini memang tidaklah sembarangan ataupun asal-asalan, perlu analisa yang sangat detail dan mendalam terkait suatu isu yang dimainkan, dan sepertinya inilah yang terjadi di antara AHY dan Moeldoko.

Tapi entahlah, semuanya memang baru sepertinya, hanya sekedar dugaan saja, bisa saja kenyataannya seperti itu, bisa juga bukan begitu, namanya juga politik, segalanya masih bisa saja dimungkinkan, kan menurut amanah konstitusi berpendapat itu boleh.

Jadi ya boleh-boleh saja penulis turut beropini dan menduga-duga terkait drama politik antara AHY dan Moeldoko ini, terkait bagaimana ke depannya kelanjutan drama politik ini, perjalanan waktu yang akan membuktikan.

Sigit Eka Pribadi.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun