Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ini Beberapa "Dosa" Sebagian Besar Artikel Politik Kompasiana

23 Januari 2021   13:52 Diperbarui: 23 Januari 2021   13:55 2670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Blogshop Bersama KPB di Kompasiana: Menulis Artikel Politik yang Bernas dan Mawas. (sumber: properti KPB. Desain oleh Andri Sonda, Manna Creative Design, Makassar)

Kanal artikel politik di Kompasiana memang dibanjiri pembaca ataupun viewer, bahkan yang membaca tidak hanya dari khalayak Kompasianers saja, tapi ada khalayak pembaca lainnya di luar Kompasiana selain Kompasianers.

Sebenarnya hal ini merupakan kabar yang cukup menggembirakan di tengah masih buruknya literasi khalayak publik, yang masih minim ketertarikannya dalam hal minat baca.

Apalagi di tengah fenomena minat baca sebagian besar khalayak publik di dunia maya yang sering sekali hanya membaca judul artikel ataupun judul berita tanpa membaca isinya.

Seperti di Medsos misalnya, sering sekali sebagian besar khalayak publik hanya membaca judul tanpa membaca dan memahami apa isi dari artikelnya.

Namun justru berkomentar dengan pongah dan dengan segala kemahabenarannya yang takboleh sama sekali dibantah.

Bahkan komentarnya sama sekali tidak berisi bahkan tidak ada kaitannya dengan isi artikel, karena banyak yang tidak membaca isi artikelnya.

Ya, dengan kebereksistensian para Kompasianers di kanal politik yang sebagian besar artikel-artikel politiknya dibanjiri oleh pembaca, sedikit banyaknya sudah mulai memancing ataupun menarik minat baca khalayak publik, bahwa membaca artikel dan berita itu tidak hanya sekedar membaca judul.

Namun yang sedikit disayangkan adalah, sebagian besar artikel politik di Kompasiana yang mulai memancing minat baca tersebut, masih belum bisa dikatakan mampu mengedukasi khalayak publik.

Nah di sinilah sejatinya yang perlu jadi catatan pentingnya, ketika sebagian besar artikel-artikel politik di Kompasiana sudah mulai bisa membangun ketertarikan minat baca khalayak publik.

Maka sejalan itu jugalah seyogianya yang elegan itu adalah, artikel-artikel politik tersebut bisa semakin meningkat pula dalam hal mengedepankan mutu dan kualitas, sehingga mampu mengedukasi publik.

Ya, artikel politik di Kompasiana memang dibanjiri pembaca, tapi sayangnya sebagian besarnya memang masih kurang mengedepankan mutu dan kualitas, masih belum efektif mengedukasi publik, hanya sebagian kecilnya saja artikel politik Kompasiana yang dapat memberi dampak bermakna terhadap edukasi publik.

Sehingga memanglah masih butuh banyak saran dan masukan, bahkan kritikan, agar kedepannya artikel politik di Kompasiana bisa menjadi lebih baik lagi, lebih bermutu maupun berkualitas, memberi edukasi dan memberi kebermanfaatan yang bermakna bagi para pembaca.

Seperti Kompasianers Elang Salamina dan Ferry Widiatmoko misalnya, yang artikel politiknya sering populer, disorot dan dibanjiri pembaca, bukan berarti Elang dan Ferry terlupa melupakan aspek keberimbangan opini pada artikelnya.

Kompasianers Juandi Manullang misalnya, yang terlalu flat dan hanya terkesan mengulang-ulang berita saja dalam artikelnya.

Maka dalam hal ini, Kompasianers Juandi Manullang, perlu banyak belajar bagaimana mengemas artikel politik yang bernas dan mawas, serta mau mendengar saran maupun kritik.

Ada juga Kompasianers Toto Priyono misalnya yang sangat idealis, memang idealis boleh, kritis boleh, bahkan sangat bagus kalau Toto lebih kritis dalam artikelnya.

Tapi yang juga tak boleh terlupa adalah, Toto jangan sampai mengebelakangkan etika kesopanan dan estetika kelogisan dan kewajaran dalam mengemas artikelnya.

Dan masih banyak sebagian besar penulis artikel politik lainnya di Kompasiana yang perlu wawas diri dalam mengemas artikel politik ini, termasuk bagi penulis sendiri yang masih paling awam dan masih amatlah perlu wawas diri dan instrospeksi diri dalam mengemas artikel politik.

Berkaitan dengan itu, penulis mohon izin dengan hormat, untuk menyampaikan aspirasi melalui sedikit masukan saran dan mungkin ini juga masuk sebagai kategori kritikan.

Tentunya juga, berkaitan dengan aspirasi penulis ini, bukan berarti penulis yang paling benar atau terlalu sok-sokan, atau menyerang pribadi Elang, Fery, Juandi, Toto, maupun yang lainnya, tapi untuk kebermanfaatan bagi penulis sendiri dan tentunya juga bagi bersama.

Nah, inilah kiranya aspirasi yang ingin penulis sampaikan sebagai timbang saran dan masukan bersama terkait sebagian besar artikel politik di Kompasiana.

1. Opini sebagian besar artikel politik di Kompasiana masih kurang mengedepankan aspek keberimbangan.

Ya, sebagian besar artikel politik di Kompasiana masih didapati keberpihakan dari penulisnya kepada salah satu pihak saja, bahkan terkesan menyudutkan ke satu pihak, dan hanya terkesan menjilat ke satu pihak.

Sudut pandang opini terlalu lemah, dangkal dan sempit, karena masih mengedepankan ego dan emosi penulisnya dengan hanya memandang terbatas pada satu sisi saja.

2. Maksud dan tujuan kurang bisa ditangkap, masih rancu dan ambigu.

Sebagian besar artikel politik di Kompasiana masih belum bisa dicerna terkait apa yang menjadi maksud dan tujuannya, kejelasan arah dalam menuangkan ide dan gagasan masih melebar kesana dan kemari, masih rancu dan ambigu karena menimbulkan multitafsir.

Pembaca masih belum dapat menangkap apa yang menjadi fokus utamanya dan kemana arahnya, karena kesimpulannya justru sering sekali masih mengambang.

3. Gampang basi, kurang cermat mengawinkan artikel dengan sudut pandang baru, minim mengkreasi kebaruan (Novelty).

Kebanyakan artikel politik di Kompasiana gampang basi, tidak relevan lagi bila dibaca untuk esok, lusa, bulan depan, tahun depan ataupun bertahun tahun kemudian.

Kurang aktual dan faktual, karena terkesan hanya salin tempel sedikit paragraf lalu diedit sedikit dan mengulang-ulang berita yang sudah pernah tayang di media, lalu hanya dibubuhi sedikit opini yang dangkal.

Hal ini terjadi karena, kurang bisa mengawinkan topik politik yang dibahas dengan sudut pandang baru ataupun masih minim kreatifitas untuk mengedepankan kebaruan, termasuk juga belum bisa membuka sisi blindspot, diskursus, dan antitesis.

Padahal banyak realita aktual yang bisa dikawinkan maupun mempertentangkan dengan topik yang di ketengahkan untuk menjadi konsep baru yang sangat bermanfaat sebagai wawasan khalayak publik.

4. Masih fakir dalam mengedukasi publik,terkait  apa yang menjadi kebermanfaatannya.

Sebagian besar artikel politik di Kompasiana kurang komperehensif dalam pembahasan, masih fakir dalam hal mengedukasi khalayak publik.

Sehingga khalayak publik masih kurang mendapatkan apa yang menjadi kebermanfaatannya, apa yang menjadi unsur pembelajaran penting yang bisa mengedukasi.

5. Menyampaikan kekritisan tapi kurang berlogika, kurang cermat menempatkan kekatarsisan.

Sebagian besar artikel politik di Kompasiana kurang cermat dalam menyampaikan kritik, bahkan alasan dan opininya sering terbentur pada kekuranglogisan.

Hal ini karena kurang cermat dalam menempatkan kekatarsisan dalam pelepasan luapan emosi dan perasaan.

Isi artikel memang kritis dan boleh dibilang destruktif serta ada upaya membangun konflik, tapi terkesan kosong dan hampa, kurang memberi dampak yang bermakna, karena hanya mengedepankan kekatarsisan idealismenya masing-masing.

Sehingga yang justru sering terjadi adalah kelalaian, karena kekatarsisan justru menjurus kepada ujaran kebencian, menyerang pribadi orang lain, dan sejenisnya.

*****

Ya, kelima hal di ataslah yang sering sekali berlaku pada sebagian besar artikel politik di Kompasiana.

Sehingga yang menjadi harapannya ke depan, artikel politik di Kompasiana bisa lebih keren lagi, bisa lebih bermutu dan berkualitas dengan tetap mengedepankan aspek keberimbangan dalam menyampaikan opininya.

Bisa membawa pembacanya mampu menangkap dan menanggapi apa yang menjadi arah maksud dan tujuannya serta tidak mengambang, sehingga mampu menyampaikan pesan tersirat kepada pembaca.

Mampu mengawinkan maupun mempertentangkan topik yang diketengahkan dengan realita aktual lainnya, untuk menjadi konsep baru bagi tambahan referensi wawasan khalayak publik.

Mampu memberi dampak yang bermakna, bukan hanya sekedar katarsis, bukan hanya sekedar kritis dan destruktif tapi ujungnya hanya pepesan kosong dan hampa belaka, namun seyogianya mampu memberikan dampak yang bermakna bagi edukasi khalayak publik.

*****

Inilah kiranya yang menjadi aspirasi penulis, yang tentunya tidak ada niat sama sekali dari penulis untuk menggurui, niat penulis adalah ikhlas untuk saling mengisi dan saling berbagi untuk kebermanfaatan bersama.

Demikianlah artikel ini, semoga kiranya berkenan diterima sebagai timbang saran maupun masukan, dan mohon kiranya penulis dimaafkan bila kiranya memang ada ketidakberkenanan dan kekhilafan.

Salam hormat.
Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun