Viral di jagat dunia maya ketika Warganet Indonesia menyorot dan mengecam keras warga negara asing atau WNA asal Amerika Serikat bernama Kristen Gray atas ulah "ngenyek bin ngece" dari cuitannya di twitter yang terkesan merendahkan martabat Indonesia.
"Ngenyek bin Ngece", sinonim menurut KBBI bermakna, menghina, merendahkan, melecehkan, meremehkan, menistakan, mengolok-olok, menjelek-jelekkan, mempermalukan dan lainnya yang sejenis.
Oleh karena ulah Kristen Gray tersebut, Warganet Indonesia tidak terima dan membombardir akunnya dengan berbagai kecaman dan kritikan keras, sehingga akhirnya Kristen Gray menghapus tautan tweetnya.
Bahkan, dari ulah bangsatnya tersebut, pihak Imigrasi Indonesia langsung bereaksi dan berjanji akan menindak lanjuti persoalan terkaitnya.
Seperti yang tersiar pada berita Kompas.com berikut ini: Kristen Gray Dicari Petugas,,,
Ya, sangat jelas, apa yang menjadi ulah Kristen Gray tersebut sangat melukai Keindonesiaan kita, dan sangat layak warga negara Indonesia memurkainya.
Semoga saja pihak terkait dapat secara terbuka mengusut dan menyelesaikan dengan tuntas atas ulah Kristen Gray tersebut
-----
Ya, keunikan, keberagaman kekayaan budaya dan kearifan lokal yang menjadi pesona wisata Indonesia, memang menjadi potensi wisata yang selalu menjadi daya tarik bagi kunjungan wisatawan, baik itu wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara.
Khususnya kunjungan wisatawan mancanegara, yang memang tidak dimungkiri, dapat menggenjot pendapatan dan devisa bagi sektor pariwisata Indonesia.
Ditambah lagi, pemerintah telah membuka pintu lebar ekspansi para pekerja asing pada sektor bisnis dan ekonomi, bahkan mungkin juga pada sektor lainnya, sehingga ke depannya pekerja asing ataupun orang asing bakal membanjiri Indonesia.
Namun demikian disatu sisi berikutnya, keberadaan wisatawan mancanegara dan secara umumnya keberadaan orang asing ternyata juga menimbulkan permasalahan dan persoalan dampak sosial.
Bahkan, seiring perkembangannya juga, ternyata orang asing malah sering sekali diperlakukan secara privilege atau mendapat perlakuan istimewa.
Yang jelas, keberadaan orang asing berpotensi juga memberikan dampak kerawanan terhadap kepentingan nasional dan dampak sosial, termasuk dalam hal pengamanan terhadap orang asing itu sendiri.
Karena secara fakta membuktikan, dari dampak sosial dan kerawanan kepentingan nasional tersebut, berbagai kasus hukum ternyata ada keterlibatan dari orang asing, seperti misal, kasus narkoba, kasus imigran gelap dan sebagainya.
Seperti halnya juga, bila bercermin dari apa yang sudah menjadi ulah tidak terpuji "ngenyek dan ngece" dari Kristen Gray yang viral tersebut, maka tentunya ada yang perlu jadi perhatian khusus pemerintah, terkait bagaimana menilik kembali pemberlakuan sistem pengawasan orang asing (POA) di Indonesia.
Hal ini menjadi perhatian penting dalam rangka menjaga stabilitas nasional, kedaulatan Negara, keamanan dan ketertiban umum serta kewaspadaan terhadap berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh orang asing di Indonesia.
Ya, pengawasan orang asing memang memiliki dimensi yang kompleks, sebabnya adalah, keberadaan orang asing tersebar luas, ini karena terkait dengan kebebasan bagi orang asing untuk mengunjungi ataupun menetap di Indonesia.
Mereka tidak hanya menetap di hotel, villa ataupun apartemen, namun mereka juga tinggal dan menetap di tempat-tempat terpencil, di rumah penduduk dan bahkan di tempat tinggal yang dimilikinya secara pribadi.
Ini pun ternyata jadi memudahkan mereka untuk dengan bebasnya mengundang teman, saudara ataupun kerabat lainnya.
Sehingga keberadaan mereka jadi semakin sulit terdeteksi serta jadi semakin sulit untuk dipantau dan diawasi.
Bahkan, sering sekali mereka tinggal berpindah-pindah tempat dengan berbagai kepentingannya, modus, cara dan usaha lainnya untuk tetap bisa tetap tinggal di Indonesia, sehingga semakin menambah sulit untuk dilakukan pengawasan dan pemantauan.
Terstigmanya pandangan masyarakat bahwa orang asing itu hanya ada pada seputaran "Orang Bule" turut memberi dampak yang signifikan dalam pengawasan orang asing oleh masyarakat.
Hal ini karena, mindset yang berlaku di masyarakat adalah, bahwa orang asing itu pada umumnya adalah "Orang Bule" yang merupakan ras hispanik atau orang barat, ras afrika atau orang negro.
Padahal di satu sisi lainnya, terdapat juga orang asing lainnya seperti dari Cina, Malaysia, Singapura, Filipina, Korea, Vietnam, Jepang dan lain sebagainya.
Sehingga kondisi ini secara umumnya, membuat kekurang pekaan dalam hal pengawasan terhadap orang asing.
Di samping itu juga, terkait dengan bagaimana soal penegakan hukum terhadap orang asing masih terkesan lemah.
Seperti, menyoal ketegasan mengenai status tinggal dan menetapnya, sangatlah perlu dipertanyakan, dicek dan ricek kembali, apakah dalam rangka usaha bisnis, dalam rangka kunjungan wisata atau karena ada kepentingan lainnya.
Inilah kiranya yang perlu jadi perhatian, terkait bagaimana kontrol dan pengawasan pemerintah terhadap orang asing di Indonesia.
Yang jelas juga, terkait dengan pengawasan orang asing ini, tugas dan tanggung jawab ada pada pihak keimigrasian sebagai penyelenggara fungsi landasan keimigrasian.
Maka dari itu, kebijakan yang diterapkan harus selalu berpegang pada UU No 6 tahun 2011 tentang keimigrasian dan peraturan pemerintah no 31 tahun 2013 tentang peraturan yang menegaskan pelaksanaan pengawasan orang asing dalam keimigrasian.
Seperti misal, bagaimana sistem yang efektif dalam mengawasi keberadaan orang asing yang keluar maupun masuk di seluruh wilayah Indonesia, bagaimana penindakan bila terjadi pelanggaran hukum, bagaimana pembatasan gerak untuk mencegah pelanggaran yang dilakukan oleh orang asing dan sebagainya.
Oleh karenanya, mengenai pengawasan orang asing ini, pemerintah dan pihak-pihak terkait agar kiranya perlu bersinergi, mengintensifkan langkah dan upaya yang lebih baik lagi, agar ke depan tidak semakin menimbulkan polemik yang berkepanjangan.
Perlunya kepekaan yang lebih intensif mengenai keberadaan dan kegiatan yang dilakukan oleh orang asing, baik itu secara individu ataupun kelompok dan pengawasan terhadap orang asing harus tetap selektif, ketat dan tidak boleh ada privilege.
Demikian kiranya artikel singkat ini, semoga dapat bermanfaat.
Salam hangat.
Sigit Eka Pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H