Sering sekali keriuhan dan kecerian di padang oase itu, membuat bangsa kadal gurun protes, ini karena dapur mereka sering takmengepul karena gagal mengais pengganjal perut.
Sudah sering juga bangsa kadal gurun datang mengugat dan menyampaikan aspirasi, agar sekiranya dapat pengertian dari bangsa katak, akan tetapi sudah sering juga aspirasi bangsa kadal takurung digubris oleh bangsa katak.
"Wahai bangsa katak, kita setanah air di padang gurun kahala ini, kami minta tolong pengertiannya, paduan suara kalian sejatinya indah memesona, tapi mohon sekiranya berikan kami satu kali saja senggang kesunyian, agar kami tidak kelaparan".
"Wahai bangsa kadal, kami paham kalau kita setanah air, dan kami berjanji akan mendengar dan menunaikan aspirasi kalian, maka pulanglah".
Begitulah drama klasik yang sering sekali berulang dan terulang di sekitar padang gurun kahala itu, sehingga mencipta konflik yang tidak kunjung juga menemukan titik temu di antara kedua bangsa tersebut.
Terkadang di antara bangsa kadal sampai ada yang menggerutu dan terbawa emosi angkara.
"Daripada kita sering kelaparan, apakah sebaiknya kita makan saja para kecebong-kecebong yang ada di danau itu".
"Kita kunyah mereka mentah-mentah kita sisakan ekornya, sebagai bukti kepada para katak itu, bahwa kita sudah benar-benar murka".
"Jangan!, Kata yang paling dituakan di antara mereka.
"Tidak perlu, itu hanya akan mencipta kesumat dan angkara, sebaiknya yang kita lakukan adalah bersabar dan bermunajat pada sang pencipta semesta". Lanjutnya.
"Percayalah kita tidak akan kelaparan karena sang pencipta selalu bermurah rezeki, setuju". Pungkas pemimpin kadal gurun itu.