Kesepakatan pun dibuat dan penulis pun masih ingat bagaimana saat itu bagian personalia radio menawarkan berapa besaran upah yang diterima.
"Dik, apakah kamu sudah yakin dan mantap mau jadi penyiar radio di sini, ini besaran upahnya cuma 500 perak per jam loh, nggak ada basic gaji selama masa percobaan 6 bulan, dan upah itu pun dibayarkan saat awal bulan," kata manager personalia radio saat itu.
"Saya bersedia, Pak. Hitung-hitung juga jadi tambahan kegiatan positif selama saya kuliah ini dan pemasukan tambah-tambah isi dompet buat mahasiswa yang tinggal indekost kayak saya ini, Pak," jawab saya.
"Saya tanya sekali lagi ya, Dik, ini kerja kamu cuma dapat upah Rp.500/jam loh, kamu yakin mau?" sekali lagi manager personalia radio tersebut bertanya kepada saya.
"Mau, Pak," jawab saya dengan tegas.
"Baiklah, kalau begitu mulai besok kamu bisa bekerja, tapi kamu belajar dulu ya sama penyiar senior, jadi kamu berdampingan dulu siarannya sama penyiar senior. Pokoknya nanti manager siaran yang akan mengaturnya termasuk menentukan bagaimana ke depannya kinerja kamu," jelas manager personalia radio.
Baik, Pak, saya akan berusaha sebaik-baiknya," jawab saya.
Ya, pada akhirnya saya diterima juga jadi penyiar radio, saya seneng banget rasanya bisa diterima jadi penyiar radio saat itu, meski bayarannya cuma 500 perak per jamnya. Tapi karena panggilan jiwa ini, saya tak masalah dengan besaran upah, justru itu jadi pelecut semangat bagi saya, untuk berbuat yang terbaik.
Saat terima penghasilan gaji pertama kali jadi penyiar radio adalah merupakan sejarah pertama saya menerima hasil jerih payah dengan keringat sendiri, sekaligus merasakan kebahagian dan makna yang mendalam bagaimana ternyata rasanya perjuangan bekerja itu.
Sehingga membuat saya semakin menyadari, bagaimana ternyata perjuangan dan jerih payah orang tua bekerja menghidupi anak-anaknya.
Pertama kali saya terima total gaji dari upah siaran radio adalah Rp 30.000, yang merupakan hasil jerih payah siaran 60 jam selama sebulan.