Oleh karena Sultan Hassanuddin menikah dengan putri raja Solok, Kepulauan Sulu, Filipina, maka pusat pemerintahannya dipindahkan dari Benua Marancang ke Benua Kuran.
Pada saat meninggal, Sultan Hassanuddin dimakamkan di sana yaitu pada tahun 1767 M, sehingga dikenal sebagai "Marhum di Kuran." kemudian yang menjadi giliran Penggantinya adalah Sultan Zainal Abidin, keponakan Sultan Aji Kuning.
Ternyata sistem penggiliran raja, sangat rawan perselisihan, akhirna perpecahan terjadi pada masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin atau Sultan Aji Kuning II.
Pengangkatannya sebagai raja menimbulkan kemarahan keturunan Pangeran Tua yang merasa diperlakukan kurang adil.
Hal ini karena, keturunan Pangeran Dipati telah lima kali mendapat giliran menjadi raja, sedangkan keturunan Pangeran Tua baru tiga kali.
Oleh karena kelompok Pangeran Tua tidak mengakui Sultan Aji Kuning II, selanjutnya mereka memisahkan diri dan pada tahun 1833 mendirikan Kerajaan Sambaliung dengan rajanya yang pertama yaitu Raja Alam.
Riwayat Kerajaan Berau akhirnya berakhir di sini, sebab Sultan Aji Kuning II pun akhirnya kemudian mendirikan kerajaan baru dengan nama Kerajaan Gunung Tabur.
Perselisihan di antara kedua kerajaan inilah yang pada perkembangannya kedepan melibatkan Belanda yang mulai masuk ke berbagai wilayah Nusantara.
***
Demikianlah artikel ini penulis tuangkan, yang diulas dan diolah berdasarkan referensi sumber pustaka dari:
1. Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara (1992). Profil Provinsi Republik Indonesia: Kalimantan Timur.
2. Lembaga ANRI.
3. www.kaltim.go.id
4. www.wikipedia.org