Setelah Mulawarman Martapura pudar, Berau langsung masuk ke dalam vassal Kerajaan Majapahit. Namun sistem pemerintahannya tidak menganut pola Jawa, tapi Melayu.
Sebagai kerajaan yang letaknya di utara Kalimantan Timur, Kerajaan Berau memang lebih banyak dipengaruhi oleh Melayu. Kendati berada di bawah pengaruh Majapahit, Kerajaan Berau menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Kerajaan Brunei, terutama pada masa pemerintahan Aji Temanggung Berani yang menjadi raja keenam dari tahun 1557 M sampai tahun 1589 M.
Setelah Aji Dilayah sebagai raja yang kesembilan turun tahta, pemerintahan dipegang oleh dua putranya, Pangeran Tua dan Pangeran Dipati.
Pada saat ini Wilayah kerajaan dibagi dua, Pangeran Tua dan keturunannya menguasai daerah sebelah selatan Sungai Kuran dan tanah sekitar Sungai Kealay.
Sedangkan Pangeran Dipati dan keturunannya menguasai bagian utara Sungai Kuran dan daerah sekitar aliran Sungai Segah.
Raja yang memerintah secara bergantian dari kedua keturunan tersebut adalah pada mulanya Pangeran Tua menjadi raja dan Pangeran Dipati menjadi mangkubumi.
Selanjutnya Pangeran Dipati mendapat giliran menjadi raja, sedangkan yang menjadi raja muda adalah Pangeran Tua yang bernama Hassanuddin.
Setelah Pangeran Dipati mengundurkan diri, tahta kesultanan diserahkan kepada putranya sendiri yang bernama Aji Kuning.
Akibatnya terjadilah perselisihan, sebab sesuai konsensus yang seharusnya mendapat giliran menjadi sultan adalah Hassanuddin.
Namun ternyata pada perkembangannya, Hassanuddin lebih memilih untuk mengalah dan merelakan tahta diduduki oleh Aji Kuning.
Setelah Sultan Aji Kuning meninggal, barulah Hasanudin diangkat menjadi sultan, pengangkatan ini tercatat pada tahun 1731 M.