Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang merupakan buah cipta kerja DPR-RI ternyata pada perkembangannya di khalayak publik, justru jadi karya cipta yang menciptakan kegaduhan dan ketidakberterimaan publik.
Kelahiran UU Omnibus Law Cipta Kerja justru menuai kritik, memantik kontroversi dan sengketa, sehingga bila boleh diibarat kata, proses kelahirannya tak direstui, layaknya bayi yang lahir dari hasil hubungan gelap skandal seksual yang pada akhirnya melahirkan "anak haram".
Ya, sungguh amat memprihatinkan, pada akhirnya kelahiran UU Omnibus Law Ciptaker justru menciptakan penolakan secara masif.
Sehingga gelombang demonstrasi massa dari berbagai elemen rakyat akhirnya meletus diberbagai penjuru Nusantara, menolak kelahiran produk hasil cipta kerja "senyap" DPR yang bernama UU Omnibus Law Ciptaker tersebut.
Padahal negeri ini sedang dalam kondisi diterpa musibah pandemi corona, tapi karena kelahiran UU Omnibus Law Ciptaker sangat dirasa menciderai hati dan nurani rakyat.
Sehingga membuat mahasiswa dan rakyat jadi tergerak hatinya untuk turun kejalan dan lebih memilih risiko abai pada pandemi corona demi memperjuangkan aspirasinya menolak kelahiran UU Omnibus Law Ciptaker tersebut.
Sebenarnya juga, mahasiswa dan rakyat bukan tidak mengetahui risiko klaster corona yang diakibatkan dari kerumunan massa, pasti sangat mengetahui risiko meluasnya pandemi corona.
Bahkan, sangat mengetahui juga, bahwa berjuang dengan menggelar demonstrasi massal tersebut akan sangat berisiko ditunggangi oleh pihak-pihak yang memanfaatkannya dengan cipta kondisi.
Tapi apa boleh buat, karena memang itulah sebuah konsekuensi dari gerakan demonstrasi massa yang diakibatkan karena tertindasnya demokrasi, dan memang harus dihadapi demi tegaknya keadilan dinegeri ini.
Yang jelas, pasti bukannya tanpa sebab dan alasan kenapa akhirnya mahasiswa dan rakyat melakukan demonstrasi massal menolak kelahiran UU Omnibus Law Ciptaker.
Kelahiran UU Omnibus Law Cipta Kerja berpotensi sebagai produk Undang-undang yang "cacad", yaitu cacad formil dan cacad materil, karena sebab, UU tersebut disahkan secara prematur, disahkan dalam keadaan draft yang belum final, kurang transparan dan kurang membuka ruang aspirasi publik.
Bahkan ternyata terkait UU tersebut, terhitung ada tiga kali mengalami perubahan draft, yaitu draft RUU Omnibus Law Ciptaker setebal 905 halaman dan draf final UU Omnibus Law Ciptaker setebal 1028 halaman dan terakhir adalah draft final UU Omnibus Law Ciptaker setebal 812 halaman.
Dalam tiga kali mengalami perubahan jelas bukanlah merupakan sesuatu hal yang wajar dan dapat diterima secara akal dan logika, sehingga jadi hal yang wajar juga bila UU Omnibus Law ini kelahirannya justru menimbulkan penolakan, karena memang terasa janggal dan misterius.
Memang, secara niatan, pemerintah maupun DPR mengungkapkan bahwa UU Omnibus Law Ciptaker dibuat dalam rangka kemaslahatan rakyat, namun sayangnya proses kelahirannya menciptakan kecurigaan, karena kurang tranparan dan membuka keran demokrasi kepada ruang publik.
Andaikata, Pemerintah dan DPR tidak menutup keran keterbukaan demokrasi seluas-luasnya kepada publik, mungkin gelombang penolakan massal takperlu terjadi di negeri ini.
Yang pasti, UU Omnibus Law Cipta Kerja telah lahir, telah sah dan berlaku di negeri ini, meski kelahirannya harus disertai penolakan yang menciptakan gelombang demonstrasi massal yang masif, tapi itulah risiko dari demokrasi yang terciderai yang menyebabkan tersakitinya hati dan nurani rakyat.
Oleh karenanya, mari "mengheningkan cipta", semoga kelahiran UU Omnibus Law Ciptaker yang menciptakan kegaduhan ini menemukan solusi yang terbaik, para pemimpin bangsa dan wakil rakyat dapat terbuka dan terketuk hatinya untuk rakyat.
Semoga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, buah dari cipta kondisi yang sengaja diciptakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab ditengah keprihatinan situasi dan kondisi bangsa dan negara ini, semoga NKRI selalu tenang, tentram, aman dan damai.
"Mengheningkan cipta mulai"
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H