Seharusnya DPR yang notabene terdiri dari orang-orang pintar dan hebat serta pikirannya pasti masih pada waras tersebut bisa lebih rasional dalam berpikir bagaimana baik dan pantasnya dalam rangka memproduksi Undang-undang.
Inilah sebabnya, mengapa Omnibus Law yang telah disahkan tersebut, ternyata menuai berbagai polemik, dan banyak yang menentangnya.
Mulai dari buruh, mahasiswa, pakar akademisi menentang UU Omnibus Law, karena UU ini masih dinilai berat sebelah dan cenderung memihak kelompok tertentu.
Bahkan, UU Omnibus Law, masih terdapat banyak ketimpangan, termasuk juga, adanya kepentingan yang tidak seimbang, namun tetap saja diakomodir dalam Undang-undang tersebut.
Sehingga kalau ada tudingan dan dugaan-dugaan bahwa ada misi tersembunyi yang di selundupkan oleh para penguasa dan para pemangku kepentingan memang bisa saja benar adanya.
Jadi, Omnibus Law ini memang layak disikapi dengan hati-hati, kalau hanya akan mengancam dan mencederai prinsip-prinsip demokratis, maka amatlah perlu ditinjau kembali.
Indikasi mulai terbentuknya praktik kapitalisme di negeri ini sudah diambang nyata, rakyat makin susah dan sengsara dan semakin banyak ditekan, tapi para kesohor penguasa, para pengusaha, para politisi, para investor dan para stake holder semakin duduk nyaman, semakin banyak menuai pundi-pundi emas dan untung besar.
Bahkan ada indikasi yang lebih parah lagi, Pemerintah justru jadi kolonial/penjajah dan kapitalis bagi rakyatnya sendiri.
Hal inilah yang sebenarnya yang sangat tidak diharapkan oleh masyarakat dan tentu saja masyarakat tidak akan bisa menerima begitu saja, dan masyarakat sangat berhak memperjuangkan nasibnya.
Oleh karena sudah terlanjur disahkan maka harus ada pihak-pihak yang memperjuangkannnya melalui Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi.
Demikian artikel singkat ini, terima kasih.