Kemudian PKI juga melakukan berbagai strategi lainnya, seperti meningkatkan militansi pendukung agar selalu siap digerakan setiap dibutuhkan, Â melaksanakan "land reform", dan melakukan radikalisasi massa.
PKI juga gencar mendukung konfrontasi dengan Malaysia (Dwikora), di mana simpatisannya banyak dikonsentrasikan di Sumatera dan Kalimantan.
Kombinasi strategi ini dilakukan guna memperbesar kemungkinan keberhasilan, untuk merebut kekuasaan, apalagi China menjanjikan bantuan senjata bagi buruh dan tani.
Tahun 1965 anggota PKI diperkirakan telah mencapai 3 juta orang lebih, dan menjadi salah satu partai komunis terkuat di luar Uni Soviet dan RRC.
PKI mempunyai massa dalam beberapa organisasi, seperti, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), Pemuda Rakjat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) dan Himpunan Sardjana Indonesia (HSI).
Menurut perkiraan seluruh anggota partai dan organisasi-organisasinya mungkin mencapai seperlima dari seluruh rakyat Indonesia, sehingga menjadi modal kuat buat PKI dalam rangka menanamkan ideologinya, yaitu mengomuniskan Indonesia.
Jelang Peristiwa gerakan 30 September 1965.
Strategi militan PKI selama 1963-1965 dalam melaksanakan "land reform" dan melakukan radikalisasi massa, menjadi penyebab polarisasi dan konflik.
Berbagai Konflik lokal di daerah banyak terjadi menjelang peristiwa Gerakan 30 September 1965 dan telah memakan banyak korban, baik dipihak Pro-PKI maupun masyarakat yang Anti-PKI.
Akibatnya, semakin memperluas polarisasi antara masyarakat pro PKI dan masyarakat Anti-PKI, termasuk juga adanya  konflik antara PKI-PNI, PKI-NU dan PKI-TNI.
Strategi "land reform" dijalankan dengan aksi sepihak di mana Organisasi di bawah payung PKI yaitu massa buruh tani yang tergabung dalam BTI menduduki tanah-tanah penduduk dan tanah negara.