Pada akhirnya para aktor di balik layar meretorikakan kerusuhan-kerusuhan massa yang disertai dengan penjarahan, pembakaran, pengrusakan yang menimbulkan korban luka-luka dan kematian, dinyatakan sebagai akibat adanya kekerasan struktural.
Tujuannya adalah menjadikan sumber kesalahan, bahwa pelaku dalam radikalisasi massa adalah pemerintah itu sendiri, sebagai kekerasan yang termanifestasikan, bahwa pemerintah melakukan berbagai kekerasan terhadap warganegaranya.
Jadi kesimpulannya, interpretasi terhadap tuntutan reformasi di Indonesia, tidak hanya dapat dipahami dan dimaknai pada sebatas upaya untuk melakukan perubahan dengan agenda-agenda reformasi saja. Tetapi lebih ditentukan oleh kebersinergian kejadian-kejadian, sebagai setting yang dimatangkan oleh tindakan-tindakan dari berbagai kalangan dan para aktor di balik layar, yang menyertakan motif untuk memberi tekanan terhadap pemerintah Orde Baru.
Sebab, terdapat banyak momentum kejadian-kejadian penting yang melibatkan perbedaan kepentingan yang kuat antara komponen-komponen penggerak reformasi dan para aktor di balik layar.
Antara konteks satu dengan konteks yang lain, mematangkan gagasan suatu tindakan dari para aktor di balik layar, untuk melakukan tuntutan reformasi yang disandingkan dengan fragmentasi orientasi kepentingan dan kekuasaannya.
Sehingga tuntutan reformasi dibangun dalam tuntutan yang disatukan oleh satu tujuan yang sama, yaitu menempatkan Presiden Soeharto sebagai sasaran dan target untuk digulingkan dari kekuasaannya.
Di sinilah kiranya yang pada akhirnya melatarbelakangi alasan, terkait adanya misteri tersebut, bahwa sejatinya ada kudeta tersamar di balik berhasilnya agenda reformasi tersebut.
***
Referensi berbagai sumber.