Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Kudeta Tersamar" terhadap Soeharto, Sebuah Misteri di Balik Reformasi?

17 September 2020   13:21 Diperbarui: 17 September 2020   13:27 2666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Soeharto saat mengumumkan pengunduran diri di Istana Merdeka, Jakarta, 21 Mei 1998 | Dokumen via Kompas.com

Dalam berkomunikasi mereka memanfaatkan retorika untuk melakukan pencitraan yang bersifat kontraproduktif, sebagai kekuatan komunikasi di dalam gerakan demokratisasi, mereka juga memanfaatkan celah-celah kegagalan kebijakan pembangunan untuk melakukan pencitraan yang bersifat kontraproduktif.

Di sinilah dinamika komunikasi politik mendistorsi pola komunikasi yang memberi pengakuan dan penolakan terhadap Soeharto.

Hal ini dapat dilihat dari
pesan-pesan yang dinyatakan dalam pernyataan-pernyataan para politisi dan pihak oposisi, dalam menyuarakan perubahan yang dikontradiksikan dengan paradoks-paradoks yang sedang berlangsung.

Masalah-masalah seperti konsensus, sosialisasi, legitimasi, konflik, otoritas, dan kekuasaan dilakukan sebagai muatan retorika dalam berkomunikasi.

Retorika mereka bekerja pada level opini di dalam bentuk-bentuk komunikasi politik, di mana hasrat prasangka lebih dominan, sehingga retorika menjadi lebih efektif dari pada memberikan pertimbangan alasan-alasan tertentu yang rasional.

Retorika juga menjadi cara untuk melakukan viktimasi terhadap pemerintah sebagai kondisi negatif, penerapannya terlihat dari berbagai bentuk antitesis yang dikembangkan dengan memproduksi pernyataan-pernyataan antitesis yang dimanipulasikan sebagai dialektik, sehingga kredibilitas Presiden Soeharto dipudarkan dengan berbagai bentuk isu.

Proses distorsi terhadap kredibilitas terhadap kapasitas Presiden Soeharto itu telah sangat matang, dengan adanya penggabungan antara kekuatan appeal to reason dan appeal to emotion.

Kontestasi dan konstelasi makna retorika terhadap reformasi jadi konstruksi perubahan terkait nilai-nilai yang diperjuangkan dari perubahan itu sendiri.

Di sinilah terdapat tautologi, adanya aktor di balik layar yang menggulingkan Soeharto, karena mereka mempunyai kepentingan dan tujuan politis.

Karena kejadian-kejadian kerusuhan massa yang terjadi, tidak dapat dilepaskan dari kejadian-kejadian lain, seperti aksi dan demonstrasi Mahasiswa.

Sehingga membentuk proses formatif, bahwa di dalam setiap kejadian ditandai adanya tindakan-tindakan komunikasi yang mencerminkan motif-motif tindakan secara keseluruhan, masing-masing pihak berusaha menentukan "definition of critical" terhadap isu yang diperdebatkan dalam upayanya memenangkan persaingan komunikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun