Terang saja, kalau menyikapi bagaimana realitas dinamika politik di negeri ini, segala kemungkinannya yang berlaku bisa saja terjadi.
Ingat saja, dalam politik itu tidak ada kawan dan lawan abadi yang ada hanyalah kepentingan abadi, karena ada unsur kepentingan di dalamnya dan akan selalu ada, baik dalam kawan maupun lawan.
Jadi, bukanlah tidak mungkin Jokowi bakal cerai dari PDIP dan mendirikan Parpol baru untuk turut berkontestasi pada pesta demokrasi kedepannya.
Bahkan legacy Jokowi saat menjabat sebagai presiden, bisa memperkuat posisi politik untuk kemudian bikin parpolnya sendiri.
Yang jelas Jokowi tentu bakal sulit untuk meneruskan kepemimpinan Megawati Soekarnoputri di PDIP, sekalipun digaungkan regenerasi, karena yang jelas ada Puan Maharani di situ.
Daripada Jokowi bikin kudeta ataupun bikin dualisme di dalam tubuh partai, bermanuver untuk membuat kondisi PDIP tidak normal, lebih elegan kalau Jokowi cerai dari PDIP.
Pun juga kalau melihat bagaimana sepak terjang putra Jokowi, Gibran Rakabuming yang memutuskan terjun ke dunia politik, bukan tidak mungkin untuk jangka panjang kedepannya menjadi arah baru bagi peluang Gibran pada bursa Pilpres 2029, apalagi juga tren dinasti politik nggak ada matinya.
Maka, yang paling memungkinkan bagi Jokowi pasca turun tahta nanti, agar kedepannya masih tetap bisa eksis di panggung politik adalah dengan membuat partai baru.
Juga kalau diamati bagaimana organisasi masyarakat pendukung Jokowi saat pemilihan presiden silam, yaitu Ormas Pro-Jokowi (Projo), nampaknya memang siap menjadi partai baru.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Projo Budie Arie Setiadi pernah mengatakan, sejumlah anggota di daerah ingin Projo bermetamorfosis menjadi partai. "Ada banyak cabang yang meminta itu," tutur Budie kepada Tempo, Selasa, 3 Februari 2015.
Yang jelas, Partai baru bagi Jokowi bisa menjadi sarana untuk proses regenerasi dan menyiapkan pewarisnya, karena anak dan menantu Jokowi sudah memilih untuk terjun di dunia politik.