Pernahkah Anda berbicara dengan orang yang ada di hadapan Anda namun ternyata orang tersebut justru tak serius menyimak dan memperhatikan apa yang Anda tuturkan atau sampaikan?
Atau Anda pernah menjadi speaker atau pembicara publik yang dihadiri oleh banyak audiens, akan tetapi sebagian dari mereka tak menyimak dan tak menggubris pemaparan dari Anda?
Atau justru malah sebaliknya, justru Andalah yang berperilaku tak menyimak dengan seksama, tentang apa yang diutarakan oleh lawan bicara Anda?
Menyimak yang penulis maksudkan di sini adalah bagaimana mendengar, memperhatikan, dan merespon dengan baik tentang apa yang diungkapkan lawan bicara.
Secara detilnya penulis jabarkan soal menyimak tersebut adalah bagaimana mendengar, memperhatikan, dan merespon pesan yang disampaikan baik itu secara verbal maupun non verbal.
Seperti misalnya menyimak pembicaraan dengan cara merespon lawan bicara dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan lain lain sejenisnya.
Memperhatikannya dengan menerima dan menunjukkan rasa ketertarikan dan animo yang menunjukkan reaksi dan keperdulian.
Yang jelas, menerapkan mendengar untuk memahami, dengan menyimak lawan bicara secara baik, secara tidak langsung kita menjadi pribadi yang mendengarkan dan peduli serta peka kepada orang lain dengan niat yang tulus.
Artinya, kita benar-benar memberikan keperdulian dan perhatian yang penuh pada setiap isyarat yang diberikan pada percakapan lawan bicara, baik verbal maupun nonverbal.
Ya, umumnya dari ketiga hal di atas, masing masing dari mereka ataupun kita sendiri terkadang justru sibuk dengan fokus pada aktivitas sendiri.
Bisa dimungkinkan masih juga mau mendengar tapi tak konsentrasi untuk memperhatikan dan menyimak apa yang dituturkan maupun yang disampaikan dengan seksama
Seolah-olah mendengarkan, namun yang terjadi ternyata adalah, justru kita mengabaikan lawan bicara kita, masuk telinga kiri, keluar telinga kanan.
Dan kalaupun memberi respon hanya sekadarnya saja, karena mereka ataupun kita tetap fokus pada aktivitasnya tersebut.
Setelah meminta respon dari apa yang diutarakan, ternyata justru terbengong bengong dan bertanya balik bahkan gagal memahami mengenai apa yang tadi disampaikan.
Nah, sudah barang tentu hal ini pasti amatlah menjengkelkan, sudah panjang lebar berbicara tapi malah tidak disimak dengan serius, justru saat di tanya malah balik bertanya.
Pada umumnya salah satu yang menjadi penyebabnya dari apa yang penulis jabarkan tersebut adalah karena fenomena gawai yang tak bisa lepas dari genggaman.
Ya, disadari atau tidak disadari inilah perilaku yang sudah menggejala dalam kehidupan keseharian kita.
Ketika gawai sudah tak bisa lepas dari perhatian dan genggaman, maka hal untuk menghargai lawan bicara saat sedang bertutur dengan menyimaknya secara seksama seringkali menjadi tak digubris lagi.
Bahkan bila mencermati secara mendalam, dari berbagai pengalaman yang ada, maka penulis lebih banyak menemukan bahwa gawai lah yang memang lebih dominan menjadi tren dari penyebabnya.
Memang juga ada berbagai penyebab yang lainnya seperti, karena kurang konsentrasi, karena banyak pikiran, dan mungkin penyebab lainnya.
Namun dari sekian penyebab, memang kenyataannya, fenomena gawai yang tak bisa lepas dari genggaman adalah menjadi penyebab yang paling dominan.
Dengan adanya gawai keberadaan dan pertemuan fisik jadi terasa hambar. Tidak saling menatap wajah dan sibuk dengan layar gawai tak menyimak lawan bicara.
Inilah yang kiranya menjadi sorotan penulis, ketika fenomena gawai yang tak bisa lepas dari genggaman sudah jadi hal yang menyebabkan lunturnya rasa menghargai dan menghormati lawan bicara.
Inilah juga kenapa menghargai perasaan orang lain dengan tidak menyakiti hatinya dengan cara menyimak penuturannya dengan seksama menjadi penting.
Apalagi bila berkaitan dengan tata krama di antara sesama, menyimak secara seksama lawan bicara merupakan bentuk penghormatan mengorangkan lawan bicara.
Jadi, mau bagaimananya tentang menyimak ini, tinggal saling membangun kepekaan diri masing masing saja, setidaknya, berikan perhatian dan respon pada lawan bicara bahwa ternyata kita memiliki keperdulian.
Mengutamakan untuk menghindari ketersinggungan dengan tetap fokus dan respek untuk tetap menyimak dengan seksama dari lawan bicara kita.
Memposisikannya sama sebagaimana diri sendiri, karena kita pun sendiri ketika bicara pastilah ingin disimak dengan seksama apa yang jadi penuturan kita.
Yang jelas kalau lebih mengedepankan sisi menghargai dan menghormati lawan bicara, maka janganlah hanya karena fenomena gawai yang tak luput dari perhatian ini, hal menyimak lawan bicara jadi terabaikan, orang lain jadi sakit hati dan merasa dilecehkan.
Karena menyimak penuturan lawan bicara secara seksama merupakan cerminan kehormatan diri juga, kalau mau dihargai ketika kita bicara, maka hargai terlebih dahulu lawan bicara yang bertutur dihadapan kita dengan menyimaknya secara seksama.
Menyimak dengan seksama dengan mendengarkan dan merespon lawan bicara dengan sungguh-sungguh akan membuatnya merasa diperhatikan, dengan begitu, orang akan merasa dihargai, mereka pun akan menghargai kita.
Bukan bermaksud mengajari, semoga kiranya artikel singkat ini dapat bermanfaat, dan bilapun masih banyak kekhilafan dan kekurangannya, mohon dimaklumi.
Salam hangat.
Sigit Eka Pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H