Entah apa juga yang melatarbelakanginya, padahal kalau dilihat dari penghasilan yang diberikan oleh negara sesuai jabatannya tersebut, sebenarnya sudah sangat lebih dari cukup.
Yah bisa jadi karena gaya hidup mewah, pergaulan sosialita, dan entahlah apa, yang pasti untuk ukuran penghasilan Jaksa Pinangki sesuai jabatannya tersebut sangatlah cukup untuk bertahan hidup dalam kesehariannya.
Jelas saja, bila dihadapkan dengan fakta dan realita yang terjadi ini, maka semakin terlihat dengan mata kepala di hadapan publik, bahwa memang benar adanya, bahwa memang ada terjadi ketidakberesan terkait kinerja hukum yang berlaku di negeri ini, bagaimana tercorengnya harga diri hukum, akibat ulah dan permainan laknat oknum-oknum bejat yang tidak bertanggung jawab tersebut.
Stigma bahwa "hukum bisa dibeli" dan "aparat hukum bisa dibeli", terpampang nyata sekaligus menjadi fakta yang tak terbantahkan dalam pusaran kasus Djoko Tjandra ini.
Bahkan tidak menutup kemungkinan, pusaran kasus Djoko Tjandra tersebut, bisa saja akan turut menyeret keterlibatan oknum-oknum aparatur negara yang lainnya ataupun juga oknum sipil yang lainnya.
Ya, memang sungguh sangat ironi, miris dan sangat memprihatinkan, karena publik dipertontonkan kebobrokan-kebobrokan berkaitan dengan kinerja hukum di negeri ini.
Bagaimana publik bisa percaya dengan kinerja hukum, dan menghargai hukum di negeri ini, kalau aparatur penegaknya, ataupun orang-orang yang berkompeten didalamnya, ada yang menjadi para bajingan tengik, para penjahat laknat pengkhianat bangsa dan negara ini.
Sehingga, inilah kiranya yang perlu jadi catatan penting bagi pemerintah, agar kiranya menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan evaluasi yang lebih mendalam bagi kedepannya, apalagi juga bila berkaitan dengan reformasi birokrasi.
Bagaimana pemerintah harus bisa mengembalikan kepercayaan publik terhadap kinerja hukum di negeri ini, termasuk juga dalam kaitanya dengan pelaksanaan program reformasi birokrasi.
Dan artinya juga disini, bila berkaitan dengan ranah ruang reformasi birokrasi, maka hal ini sangat perlu menjadi catatan penting bagi Kemen PAN-RB.
Terkait bagaimana meneliti dan menilai, mutu dan kualitas, kelayakan dan kepantasan seluruh orang-orang yang akan ditempatkan menduduki posisi jabatan eselon di pemerintahan, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.