Banyak masyarakat yang semakin "ngeyel" tak lagi mengindahkan peraturan wajib protokol kesehatan terkait pandemi korona, diberitahu dan diimbau untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan justru ada yang menentangnya, ada yang marah, ngotot dan ngeyelan.
Sebagai contoh kecil saja, penulis pernah sesekali mencoba mengingatkan masyarakat yang tidak mengindahkan protokol kesehatan, justru penulis sering kena damprat, dimaki, dibuly, bahkan yang lebih parah banyak yang lebih mengutamakan ngotot dan ngeyelnya saja.
Padahal niat penulis tidak lebih hanyalah untuk mengingatkan, bahwa pandemi korona ini masih ada, virus masih ada bertebaran mengancam dan mengintai nyawa, bahwa satu orang saja melalaikan protokol kesehatan bisa menjadi bencana bagi yang lainnya.
Tapi apa hendak dikata, memang inilah kenyataannya yang sudah berlaku di sebagian masyarakat dan kalau melihat perkembangan informasi dan berita di media, termasuk juga kasus terkonfirmasi positif korona yang justru semakin melonjak tajam, karena penularan korona semakin masif dan terkesan sulit dikendalikan, maka apa yang dialami penulis ini nampaknya sudah menggejala secara nasional.
Era new normal dengan pemahaman yang salah kaprah tersebut sudah terlanjur tertanam sedemikiannya bahwa kondisi sudah menjadi normal kembali.
Dan bahkan karenanya, meski diksi new normal sudah diganti dengan sebutan adaptasi kebiasaan baru tapi tetap saja secara fakta di lapangan kondisi malah semakin terlanjur jadi "di atas normal", masyarakat semakin meremehkan dan tidak percaya dengan adanya virus korona yang jelas-jelas ada dan sangat berbahaya.
Kengeyelan masyarakat ini juga semakin didukung dengan sebaran-sebaran informasi berita hoaks yang provokatif, apalagi keterlanjuran salah pemahan ataupun salah persepsi ini semakin dibumbui dengan semakin lunturnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Sebaran informasi yang kurang bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya seperti misal informasi mengenai virus korona hanya akal-akalan, rekayasa dan konspirasi belaka semakin menyebar secara liar, menyebar dan tertanam dalam benak pikir masyarakat.
Apalagi bisa dilihat juga kinerja beberapa kementerian yang bersinggungan dengan pandemi ini, sebelum di semprot oleh Presiden RI Jokowi, kinerja kementerian yang terkait dengan dampak pandemi di nilai masih belum optimal, belum menunjukkan langkah ekstra ordinari terkait pandemi.
Setelah dimarahi dan disemprot habis-habisan oleh Jokowi, baru kaget dan bergerak, langsung gopoh nabrak sana nabrak sini, seperti baru bangun tidur, tak salah kalau Jokowi bilang para menterinya justru ikut "cuti" terkait pandemi ini.
Sebenarnya kemarahan Jokowi ini merupakan tamparan kata-kata yang sangat menyakitkan dari Jokowi kepada para menterinya yang dinilainya tidak optimal terhadap dampak pandemi ini, masa sih harus dipecut dulu baru jalan, kalau nggak dipecut nggak jalan, atau ada yang dipecat baru yang lainnya sadar, langsung gerak biar nggak dipecat.