Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Pandemi, Ramadan, dan Harkitnas

20 Mei 2020   16:27 Diperbarui: 20 Mei 2020   16:34 1648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Tahun 2020 ini, hari sakral kebangkitan nasional diperingati dalam kondisi Indonesia yang tengah prihatin karena pandemi akibat wabah virus korona, penyakit yang mengancam nyawa dan eksistensi suatu bangsa dan negara.

Dan tahun 2020 ini juga, hari kebangkitan nasional diperingati diantara hari penghujung waktu bulan suci ramadhan yang artinya juga diperingati dijelang hari raya idul fitri.

Tentunya bangsa Indonesia wajib hukumnya untuk mengetahui kenapa ada momentum sakral yang diperingati setiap tanggal 20 Mei tersebut.

Monumental peringatan sakral yang diharapkan selalu dapat mengingatkan tentang bagaimana fakta sejarah panjang perjuangan bangsa ini, yang teriring bersama makna yang mendasarinya.

Seperti dirunut sejarahnya kebelakang, hari kebangkitan nasional yang selalu diperingati ini ditetapkan  dengan dasar latar belakang sejarah berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada tanggl 20 Mei 1908, yaitu organisasi yang bergerak dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan.

Organisasi yang menjadi tonggak bangkitnya peradaban dan nasionalisme bangsa ini, serta sebagai cikal bakal gerakan yang menyatukan semangat persatuan, kesatuan, dan kesadaran bangsa untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, yang merupakan tujuan besar bangsa kala itu untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia.

Seiring perjalanan sejarah dan roda waktu yang berputar, pada akhirnya kemerdekaan yang menjadi tujuan besar itu telah dicapai, kemerdekaan yang tak mudah untuk diraih, sebab begitu banyak cobaan, tantangan, pengorbanan dan perjuangan seluruh bangsa ini.

Lalu, kaitannya ditahun 2020 ini seiring waktu berjalan hingga sekarang ditengah pandemi dan ramadhan ini, seperti apakah sebenarnya bangsa ini dapat memaknai hari kebangkitan nasional tersebut?

Atau dalam perjalanannya sudah seperti apakah pengejawantahannya secara nyata hari kebangkitan nasional tersebut? Apakah hanyalah jadi peringatan formalitas belaka?

Ya, bila dirunut mundur sedikit beberapa tahun kebelakang dari sekarang, ternyata bangsa Indonesia saat ini tengah mengalami fase degradasi nasionalisme yang merupakan kunci bagi persatuan dan kesatuan bangsa yang bhineka ini.

Artinya peringatan hari kebangkitan nasional telah kehilangan makna sejatinya, sebab tidak dipungkiri sejak dua kontestasi Pemilu 2014 dan Pemilu 2019, bangsa ini dirasa telah terpolarisasi, karena sampai sekarang ini, masih ada tren kecenderungan untuk saling membela dalam satu kelompok dengan kelompok yang lain.

Dan pada perkembangan selanjutnya, polarisasi ini mengikiskan nasionalisme bangsa dan mempelopori terbaginya strata kelompok-kelompok diantara masyarakat, seperti kelompok minoritas dan kelompok mayoritas, yang meliputi golongan, agama, ras, hingga kesukuan.

Berbagai latar belakang alasan untuk saling membela, seperti karena alasan merasa lebih unggul, hingga perilaku saling membuli, menista, dan membenci kerap kali terjadi didalam masyarakat.

Pada akhirnya, kondisi ini semakin menimbulkan disparitas atau terpolarisasi dan terkotak-kotaknya masyarakat sehingga terbentuklah kubu-kubuan atau kelompok yang berseberangan, dan justru semakin berdampak menjadi jurang pemisah atau adanya efek saling menjaga jarak diantara kelompok masing-masing.

Ternyata ajang konstestasi dua Pemilu dan Pilpres yang lalu masih membekas dan mengakar dalam pada benak dan ingatan bagi masyarakat dan simpatisan kelompok-kelompok yang menang maupun yang kalah.

Karena kurang lebih 10 tahun lamanya masyarakat terpapar jadi obyek perebutan dukungan politik oleh dua belah pihak kelompok kepentingan politis untuk dapat berkuasa di negeri ini.

Lihat saja sebutan-sebutan minor seperti cebong dan kampret ataupun kadrun dan togog masih sering saja berlaku dalam sendi kehidupan masyarakat.

Inilah nyatanya yang terjadi hingga sekarang ini, dan yang menjadi dasar alasan bagi penulis untuk menyatakan bahwa telah terjadi degradasi nasionalisme kebangsaan di negeri ini dan dirasa juga bahwa peringatan hari sakral kebangkitan nasional jadi kehilangan makna sejatinya.

Lalu, belum juga sembuh dari polarisasi bangsa yang mengikis nasionalisme ini tetiba badai bencana pandemi korona datang menguji, dan dampak yang ditimbulkannya sangat menghancurkan, bahkan mengancam eksistensi suatu negara.

Bahkan seperti yang dilihat faktanya, kondisi masyarakat jadi semakin sulit, beban hidup semakin berat dan tambah menderita, pemerintah juga sedang kalang kabut dan kebingungan sehingga artinya juga dalam hal ini negara sedang dalam kondisi yang terpuruk.

Ya, memang sungguh terasa semakin berat kondisi bangsa dan negara ini, ditengah nasionaliame yang sedang terkikis karena polarisasi, pandemi korona datang menguji.

Namun sebenarnya bila melihat kenyataannya, tentang bagaimana peran serta bangsa ini dalam menghadapi pandemi korona, ternyata perlahan demi perlahan nasionalisme yang sedang terkikis itu secara disadari atau tidak disadari telah berupaya  bangkit.

Karena bisa dilihat keguyuban dan gotong royong bangsa yang bhineka ini telah tercipta, yang artinya nasionalisme yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa mulai terbangun kembali.

Meski diantara proses kebangkitan nasionalisme tersebut, masih ada oknum-oknum masyarakat yang berlaku egois dan individual dan terdapat juga tindak tanduk pemerintah yang pada perkembangannya menghadapi pandemi ini justru banyak membuat kebijakan yang membingungkan.

Tapi secara umumnya nasionalisme yang terdegradasi dan mulai terkikis tersebut perlahan demi perlahan mulai bangkit.

Inilah sejatinya yang bisa dijadikan landasan bersama dalam peringatan hari kebangkitan nasional tahun ini, sehingga bisa menjadi sebuah momentum untuk memulai langkah bangkit yang sesungguhnya. Langkah untuk berjuang bersama bangkit dari keterpurukan karena terpolarisasi dan pandemi korona.

Apalagi momentum peringatan hari kebangkitan nasional tersebut jatuh pada bulan suci ramadhan, bulan yang sangat berkah bagi umat islam. Perjuangan puasa ramadhan yang pastinya pada puncaknya nanti menuju cita-cita kemenangan saat hari raya idul fitri tiba.

Sehingga momentum hari kebangkitan nasional, puasa ramadhan dan hari raya idul fitri agar kiranya bisa di padukan sebagai kekuatan yang membangkitkan bangsa ini dari berbagai keterpurukan.

Ya, lebaran sebentar lagi, artinya bagi umat islam kemenangan menuju hari raya sudah didepan mata, meski masih berjuang bersama ditengah pandemi, tapi kemenangan hari raya idul fitri tentu bisa menjadi pondasi yang semakin menguatkan perjuangan memenangkan perang melawan pandemi korona.

Indonesia pasti bisa bangkit dari segala keterpurukan bila nasionalisme yang menyatukan bangsa kembali kepada kesejatian karakter bangsa, nasionalisme yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa demi tegak dan utuhnya NKRI yang kita cintai bersama ini.

#Samber 2020 Hari 24.

#Samber THR.

#Mystery Topic III.

Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun