Presiden RI Ir. H. Joko Widodo (Jokowi) akan merelaksasi dan melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia.
Bahkan telah memerintahkan pihak jajaran Gugus Tugas Penanganan Covid-19 untuk melakulan simulasi relaksasi ataupun pelonggaran PSBB tersebut.
Wah bisa gawat, sebab ini bisa jadi bahaya besar dan mengancam keselamatan jiwa ratusan juta rakyat Indonesia, karena pandemi korona di Indonesia belum ada menunjukan grafik penurunan signifikan terkait penderita yang terkonfirmasi positif korona.
Bahkan setiap harinya, update data yang selalu disampaikan Jubir Covid-19 Indonesia, Bapak Kolonel Ckm dr. Ahmad Yurianto, masih menunjukan jumlah terkonfirmasi positif yang terus bertambah dan menunjukan grafik yang terus tegak lurus keatas.
Sampai artikel ini dituangkan, jumlah terkonfirmasi posirif korona sudah mencapai angka diatas belasan ribu orang, sementara yang meninggal dunia telah mencapai angka diatas seribuan orang.
Namun justru Presiden Jokowi yang berdiri atas nama pemerintah ini malah terkesan sangat berani mengambil risiko bahaya tersebut, kesannya malah meremehkan virus korona, bahkan seperti yang ramai diberitakan Presiden Jokowi malah ingin berdamai dengan virus korona.
Padahal beberapa waktu lalu pada konferensi G-20, Jokowi berkoar-koar dengan semangat yang sangat membara, berapi-api dan mengajak berbagai negara untuk memerangi pandemi korona, tapi lucunya justru pada perkembangan selanjutnya pak Presiden Jokowi tampaknya terkesan mulai pasrah dan kelihatannya mulai menyerah kalah.
Memang benar, fakta membuktikan bahwa kondisi ekonomi Indonesia sangat merosot tajam karena terdampak pandemi korona, namun bukan berarti juga karena merosotnya ekonomi ini, jadi alasan pemerintah mengabaikan keselamatan rakyat banyak.
Yang jelas, selama belum ada tanda-tanda penurunan jumlah terkonfirmasi positif korona, maka relaksasi ataupun pelonggaran PSBB akan sangat berisiko fatal dan masih genting serta rawan.
Ya, tentu saja akan jadi semakin berbahaya, karena jumlah penderita yang terkonfirmasi positif korona bisa semakin berlipat-lipat ganda jumlahnya, begitu juga risiko semakin meluasnya cluster-cluster baru penyebaran virus korona.
Meskipun masih di iringi dengan penerapan protokol phsyical distancing atau jaga jarak, tapi belum merupakan jaminan tidak menimbulkan kerumunan massa, sebab dengan PSBB yang ketat saja masih ada oknum-oknum yang membuat kerumunan massa, apalagi kalau dilonggarkan dan direlaksasi.
Lagipula beberapa daerah lainnya ada yang baru akan menerapkan PSBB, tapi  pemerintah pusat justru sudah akan merelaksasi dan melonggarkannya, daerah belum sempat memulai PSBB tapi sudah direlaksasi dan dilonggarkan, ini justru jadi lucu dan aneh jadinya.
Apakah karena kepanikan akibat merosotnya ekonomi negara, tapi justru rakyat yang harus dikorbankan, atau justru malah sengaja dibiarkan tertular virus korona yang penting ekonomi terus jalan, atau mungkin pemerintah sedang melakukan uji coba pada rakyatnya untuk menerapkan Herd Immunnity, padahal tidaklah dibenarkan kalau rakyat jadi kelinci percobaan penerapan Herd Immunnity.
Kalau begini sama saja sedang menantang maut, bahkan menjemput maut, ini namanya negara sudah melakukan pelanggaran HAM berat dan negara bisa digugat rakyatnya, karena pemerintah dan para punggawa pemerintahan yang berkecimpung didalamnya telah inkonstitusi, melanggar amanah UUD 45.
Kalau relaksasi dan pelonggaran PSBB ini justru membuat pandemi korona semakin masif, jumlah yang terkonfirmasi positif dan yang meregang nyawa semakin berlipat ganda, apakah pak Jokowi sebagai Presiden dan para jajaran bapak mau bertanggung jawab ?
Tentu saja pak Presiden Jokowi dan jajarannya akan sangat berdosa besar pada rakyat apabila hal diatas benar-benar terjadi, dan bahkan bisa jadi akan memperjelas bahwa kekuasaan pemerintahan pak Jokowi memang telah menjadi kendaraan kepentingan pribadi, karena tega mengorbankan rakyat demi tercapainya kepentingan pribadi.
Hal inilah sepatutnya yang perlu jadi perhatian bagi pemerintah, karena biar bagaimanapun juga, sesuai amanah UUD 45, negara sangat bertanggung jawab penuh bagi keselamatan jiwa raga dan seluruh tumpah darah bangsa Indonesia.
Sekedar mengingatkan sebagai niat baik penulis, jika pak Jokowi dan para jajaran bapak membuat tindakan yang terus membikin rakyat menderita ataupu tertekan dan semakin mengarah pada inkonstitusi, maka mungkin kedepan setelah pandemi korona ini berakhir, pemerintahan pak Jokowi dan para punggawa bapak bisa berakhir sebelum waktunya.
Karena bisa saja nanti kedepan pasca pandemi korona ini, akan terjadi gelombang demonstasi massal yang amat besar diseluruh penjuru nusantara ini, menuntut pak Presiden Jokowi mundur.
Penulis sangat berharap hal ini tidaklah terjadi, karena pasti kalau benar-benar terjadi bisa ada peristiwa pertumpahan darah, korban jiwa dan harta benda. Oleh karenanya, agar dapatnya hal ini jadi pertimbangan dan perhatian pemerintah.
Kondisi ekonomi negara yang sedang merosot tajam karena terdampak pandemi korona ini memang harus dibangkitkan dan diatasi, penulis seratus persen setuju dengan alasan ini.
Akan tetapi pemerintah mesti memperhitungkannya dengan detil dan mempertimbangkannya dengan bijak, karena terkait masih terus bertambahnya rakyat yang terkonfirmasi positif korona dan terus bertambahnya rakyat yang meninggal karena korona, maka belumlah waktunya melakukan relaksasi ataupun pelonggaran PSBB.
Kecuali bila kedepan telah terjadi penurunan secara signifikan jumlah positif korona dan penurunan jumlah yang meninggal karena korona, maka silahkan saja pemerintah melakukan relaksasi ataupun pelonggaran PSBB.
Jadi harapannya, agar kiranya pemerintah tidak terlalu terburu-buru ataupun kasarannya grasak grusuk mengambil keputusan, mesti sabar dan penuh pertimbangan, sebab keselamatan jiwa raga dan nyawa rakyat Indonesia adalah yang paling utama.
Semoga bermanfaat.
Sigit Eka Pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H