Inna lillahi wa inna ilaihi roji'uun. Kabar duka menyelimuti dunia musik Indonesia, Lord "Didi Kempot" The Godfather of Brokenheart telah berpulang ke rahmatullah.
Saya, sobat ambyar dan segenap bangsa ini berduka cita atas meninggalnya Dionisius Prasetyo atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Didi Kempot.
Lord Didi yang merupakan penyanyi campursari asal Solo, Jawa Tengah ini meninggal dunia pada usia 53 tahun, pukul 07.30 WIB, diduga penyebab Lord Didi yang lahir tanggal 31 Desember 1966 ini tutup usia adalah karena serangan jantung.
Semoga Lord Didi mendapat tempat yang terbaik di sisi Tuhan yang Maha Kuasa, diampuni segala dosanya dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan ketabahan.
Terkejut sekali, bak petir disiang bolong mendengar kabar duka ini, tapi ini sudah takdir bagi sang legenda Lord Didi, padahal beberapa waktu lalu saya masih melihat penampilan energik, segar bugar penuh semangat sang Lord Didi di Kompas TV dalam konser amal menggalang dana, terkait bencana nasional pandemi korona.
Acara yang di gawangi oleh presenter handal Kompas TV, Rossiana Silalahi tersebut juga mendapat respon positif dari orang nomor satu di Indonesia, Presiden RI Jokowi, dan  sanggup mengumpulkan dana dari para dermawan hingga milyaran rupiah.
Betapa kharismatiknya sosok Lord Didi, hingga dapat menggugah simpati dan empati segenap bangsa ini untuk berjuang bersama bersatu padu membantu sesama, tulus ikhlas menyisihkan dana kemanusiaan.
Perjuangannya dan kesabarannya hingga memasuki masa emasnya, tetap setia dan eksis mendendangkan tembang-tembang campur sari tidaklah mudah, tentunya penuh suka dan duka.
Namun berkat ketekunan dan kesabarannya sang Lord Didi, berhasil mengangkat tembang campur sari menjadi unity atau jadi sarana dan wadah pemersatu bangsa.
Meskipun tembang tembang campur sari yang didendangkannya umumnya berbahasa Jawa, tapi tetap dapat diterima oleh seluruh bangsa yang bhineka ini.
Bapak Loro Ati Nasional, Bapak Patah Hati Indonesia, Lord Didi The Godfather of Brokenheart, telah berhasil menorehkan sejarah bangsa, membumikan tembang campur sari di Indonesia.
Tidak hanya terdiri dari kalangan tua dan dewasa saja, tetapi kaum muda atau para milenial juga turut menjadi penggemarnya, turut menggemari tembang campur sari.
Padahal kalangan milenial biasanya sangat selektif, ataupun pilih-pilih soal musik apalagi mau menengok tembang campur sari, namun Lord Didi berhasil meruntuhkan hegemoni yang berlaku tersebut dan membuktikan bahwa tembang campur sari telah membumi (unity) di nusantara ini.
Saya juga sangat bangga pada Lord Didi, sebab berkat beliau tembang campur sari jadi lebih nasionalis di nusantara ini, bahkan banyak teman-teman saya yang bukan orang Jawa, jadi sangat menyukai dan fanatik dengan tembang campur sari.
Banyak teman saya yang aslinya sebenarnya diantaranya merupakan orang batak, banjar, bugis, manado, papua, ambon dan juga lainnya jadi suka sekali dengan tembang campur sari.
Dan bahkan turut serta mendendangkannya, meskipun saat didendangkan dipengaruhi dengan logat masing-masing daerah, tapi hal ini sangat membanggakan.
Bayangkan dari kultur bahasa saja sudah bhineka, tapi tembang campur sari tetap dapat diterima dan turut disukai oleh segenap bangsa ini.
Betapa kharismatiknya sang legenda Lord Didi, berkat beliau tembang campur sari jadi lebih hidup dan bermakna, jadi wadah pemersatu bangsa yang besar ini.
Saya sendiri sebenarnya sudah lama familiar dengan Lord Didi dengan tembang campur sarinya tersebut dan akhirnya turut jadi sobat ambyar hingga sekarang ini.
Pertama kali saya mulai mengetahui Lord Didi dan mengenal tembang campur sari saat saya masih kuliah sekitar tahun 1999, tembang yang pertama kali saya tau itu adalah Stasiun Balapan, kebetulan saat itu saya sedang mendengar radio di kamar kost.
Saat itu saya lagi putar-putar knop gelombang radio, sedang cari-cari frekwensi radio tempat saya siaran, kebetulan juga saya saat itu selain kuliah juga nyambi kerja jadi penyiar freelance.
Sambil putar-putar knop itu, ternyata knop radio terhenti ketika saya mendengar satu tembang jawa yang ternyata tembang stasiun balapan yang didendangkan oleh didi kempot.
Saya kira juga itu adalah frekwensi radio yang sedang saya cari, padahal sebenarnya frekwensi radio yang saya cari masih disebelahnya sedikit, makanya saya setop di frekwensi tersebut.
Sempat lama juga saya setop di frekwensi tersebut, bahkan jadi menikmati tembang Lord Didi yang lainnya yaitu sewu kuto, termasuk juga mendengarkan tembang-tembang campur sari lainnya yang didendangkan oleh Manthous.
Saya baru tersadar ketika mendengar Jingle ID radio tersebut, ternyata frekwensi radio ini bukan yang saya cari, tapi ternyata mulai dari sinilah saya mengetahui tembang campur sari dan Lord Didi, dan juga mulai saat itu saya mulai tertarik dengan tembang campur sari dan selalu setia stay tune diacara tersebut.
Perjalanan tembang campur sari saat itu masih kalah tenar dengan tembang-tembang genre di kalangan anak muda, bahkan masih belum signifikan familiar dikalangan tua dan dewasa, masih tertentu saja yang menggemarinya.
Meskipun demikian, tetap terus bertumbuhan karya tembang campur sari tapi memang masih belum bisa meruntuhkan hegemoni genre lagu-lagu populer saat itu, bahkan terus berlangsung hingga puluhan tahun lamanya.
Namun akhirnya setelah berproses bertahun-tahun lamanya dalam perjalanan panjangnya ini, saya mulai mendengar popularitas tembang campur sari pamer bojo yang akhirnya mendaulat sang Lord Didi di puncak masa emasnya.
Sampai akhirnya mengambyarkan segenap bangsa ini, dan menobatkan sang Lord Didi sebagai The Godfather of Brokenheart, sampai bertumbuh kembang Sobat Ambyar yang semakin fenomenal dan membanjiri setiap konser akbar Lord Didi, bahkan semakin banyak kalangan milenial terjun mempopulerkan tembang campur sari.
Namun Lord Didi Kempot (Dionisius prasetya) telah tiada, akan tetapi kepahlawanannya tetap berjuang dengan gigih mengangkat tembang campur sari menjadi unity, membumikan campur sari di nusantara ini, tak akan pernah terlupakan sepanjang masa.
Kharismatiknya akan terkenang sepanjang zaman peradaban negeri ini, tembang-tembang campur sari yang didendangkannya akan jadi warisan sejarah yang membuktikan bahwa lewat tembang campur sari, ternyata bisa mempersatukan bangsa yang bhineka ini dalam satu Unity, satu wadah di NKRI yang kita cintai bersama ini.
Selamat jalan Lord Didi Kempot, The Godfather of Brokenheart. Meskipun kau telah tiada namamu dan eksistensimu akan selalu harum dan jadi sejarah berharga di nusantara ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H