Adamas Belva Syah Devara akhirnya resmi mengundurkan diri dari posisi Staf Khusus Presiden RI Joko Widodo.
Seperti yang diberitakan pengunduran diri tersebut telah di sampaikannya dalam bentuk surat tertulis kepada Presiden RI Jokowi tertanggal 15 April 2020, dan juga melalui penyampaian secara langsung ke Presiden RI Jokowi pada tanggal 17 April 2020.
Lebih lanjut menurut Belva, bahwa dirinya tidak ingin membuat polemik mengenai asumsi atau persepsi publik yang bervariasi tentang posisinya sebagai Staf Khusus Presiden menjadi berkepanjangan.
Hal ini berkaitan juga dengan terpilihnya Ruang Guru, perusahaan yang didirikan dan dipimpinnya, sebagai mitra program Kartu Prakerja.
Belva tidak ingin apa yang menjadi polemik tersebut dapat mengakibatkan terpecahnya konsentrasi Presiden Jokowi dan seluruh jajaran pemerintahan dalam menghadapi masalah pandemi korona.
Terkait pengunduran diri Belva ini, sesuai keterangan Seskab Pramono Anung, maka Presiden Jokowi dapat memakluminya dan menghargai apa yang menjadi keputusan Belva.
Yah, berlatar dari ini, penulis juga sangat menghargai apa yang menjadi keputusan Belva, semoga saja apa yang sempat ditempanya dan pengalaman yang diperolehnya di pemerintahan bisa menjadi guru yang berharga di kemudian hari.
Memang dengan terpilihnya ruang guru sebagai mitra kartu prakerja menjadi permasalahan yang dilematis baginya.
Karena kalau Belva tetap bertahan, meskipun dengan sejuta alasan menyangkal terkait ruang guru yang menjadi mitra kartu prakerja, tetap saja publik akan menganggap ada kepentingan terkait perusahaannya tersebut.
Karena memang bisa benar juga adanya, bila terkait dengan terpilihnya ruang guru sebagai mitra kartu prakerja berkat adanya campur tangan dirinya.
Andai saja perusahaannya tersebut tidak terlibat dan terpilih menjadi mitra kartu prakerja mungkin ceritanya bisa lain dan tidak sesensitif seperti sekarang ini.
Akan tetapi inilah yang mesti bisa jadi pengalaman bagi Belva, bahwa memang tidaklah mudah bagi seorang pengusaha profesional muda seperti dirinya terjun di pemerintahan dengan segala birokrasinya yang penuh godaan dan banyak intrik kepentinggan serta intrik kekuasaan.
Terkait keterlibatan perusahaannya sebagai mitra kartu prakerja, penulis menduga, tentu bukan atas dasar inisiatif Belva sendiri saja bila ruang guru menjadi mitra kartu prakerja.
Karena bisa saja ada pemangku kepentingan lainnya ataupun pihak tertentu lainnya yang mendorong, hingga turut campur tangan atau bahkan memanfaatkan Belva untuk melibatkan perusahaannya tersebut agar mendapat keuntungan.
Karena polos dan masih minim pengalaman dan belum menguasai bagaimana aturan main birokrasi dan kerasnya intrik kepentingan dan kekuasaan di pemerintahan akhirnya justru Belva jadi terjebak dan seperti dimanfaatkan.
Disinilah sebenarnya Belva mesti pandai pandai memilah dan membaca agar tidak mudah terjebak dengan intrik maupun jebakan kepentingan tersebut.
Sehingga Belva memang harus memahami mana yang kira kira sarat dengan intrik kepentingan dan mana yang kepentingan publik.
Yah, sangat disayangkan sebenarnya, pemuda potensial seperti Belva harus mundur dari stafsus milenial, meski harus menjadi pengalaman pahit bagi Belva.
Tapi akan menjadi guru yang berharga buat Belva, agar kedepannya dia tidak mudah terjebak dalam intrik kepentingan bila bersinggungan dengan birokrasi pemerintahan.
Dan setidaknya Belva paham bagaimana kerasnya intrik kepentingan politik abadi itu termasuk juga godaan kekuasaan, karena demi kepentingan politik ataupun kepentingan pribadi, maka pemangku kepentingan akan menghalalkan segala cara agar tujuannya dapat tercapai.
Inilah juga yang harus jadi lampu kuning bagi stafsus milenial lainnya tentang bagaimana kerasnya jebakan intrik kepentingan dan godaan kekuasaan di pemerintahan ini, keputusan mundur Belva ini harus menjadi pembelajaran penting bagi stasus milenial lainnya.
Seperti Andi Taufan Garuda yang juga sempat hampir dimanfaatkan karena intrik kepentingan, mesti pandai pandai menyikapi terkait blunder yang pernah dibuatnya, untung saja tidak jadi dilanjutkan dan perusahaannya belum jadi mitra pemerintah.
Bisa dibayangkan kalau sempat sudah perusahaan Andi jadi mitra pemerintah, pasti akan lebih ramai lagi menuai polemik, bahkan lebih parah dari apa yang menimpa Belva dengan ruang gurunya tersebut.
Yang jelas keputusan mundur Belva ini jangan juga menurunkan ataupun menciutkan nyali dan mental stafsus milenial yang lainnya, artinya dalam hal ini tidak perlu takut lalu ikut ikutan mundur.
Karena justru disinilah tantangan yang memang harus dihadapi, maka buktikan kalau stafsus milenial tak semudah itu dapat terjebak dengan intrik kepentingan dan godaan kekuasaan.
Buktikan stafsus milenial dapat berbuat yang terbaik dipemerintahan, dapat dipercaya dan dapat berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.
Semoga juga para generasi milenial yang lainnya dapat semakin menempa diri untuk bersiap diri mewarisi bangsa dan negara ini, karena dipundak kalianlah para milenial nasib dan arah masa depan bangsa ini kedepannya ditentukan.
Semoga bermanfaat.
Sigit Eka Pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H