Hari ke 12, kesadaran bapak sudah pulih sepenuhnya dan sudah dapat menggerakan tangan dan kaki, menyapa kami dengan senyum, dan bisa berkata meski masih terbata, ventilator sudah dilepas dan pada hari ke 13 bapak sudah bisa keluar dari ruang ICU dan pindah keruang perawatan rumah sakit.
Dan sampai kini meskipun paru-paru bapak hanya sebelah saja yang dapat berfungsi, bapak bisa berkumpul bersama keluarga dan para cucu-cucunya, bahkan andaikata pandemi korona ini tak melanda dunia, mungkin bapak sudah bisa pergi berhaji bareng keluarga ke Mekkah, Arab Saudi tahun 2020 ini.
Dan kurang lebihnya pasti sama dengan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang tentunya berharap kesembuhan terkait wabah korona ini, dan yang jelas apapun jenis sakit itu, maka tidak ada satu orangpun didunia ini yang menginginkan sakit ataupun menginginkan sanak famili sakit.
Jadi, dari apa yang saya tuliskan ini, semoga bisa menjadi satu gambaran bersama, betapa berharganya menjadi sehat itu, betapa berat perjuangan orang yang sakit ketika harus dalam kondisi kritis berjuang antara hidup dan mati itu.
Betapa keluarga yang menunggui juga turut sedih dan prihatin sangat berharap kesembuhan. Begitu juga perjuangan para dokter maupun perawat yang turut berjibaku mencurahkan segenap jiwa raganya demi merawat dan kesembuhan orang yang sakit.
Inilah sedikit pengalaman nyata yang bisa penulis bagikan, mudah-mudahan ada yang bisa jadi manfaat bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H