Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Bapak Berjuang di Antara Hidup dan Mati

16 April 2020   21:50 Diperbarui: 16 April 2020   22:03 2759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya, bapak dan kahyang | Dokumen pribadi

Pada satu ketika saat hari ke 10 menunggui bapak yang masih dirawat di ICU, dokter yang menangani bapak, meminta salah satu perwakilan keluarga untuk bertemu secara khusus diruangannya.

Keluarga saat itu sepakat kalau saya sebagai anak tertua yang mewakili, sebab saat itu ibu tak sanggup dan terus menangis, karena dalam gambaran benak ibu, kalau dokter sudah meminta waktu seperti itu pasti ada sesuatu yang gawat pada bapak.

Benar saja apa yang dicemaskan ibu, ternyata memang benar adanya karena kondisi bapak memang semakin gawat, harapan hidup bapak sudah sangat tipis sekali dan berat untuk bertahan, dan dokter menyarankan kepada saya dan keluarga untuk mengikhlaskan bapak.

"Berat sebenarnya kami para dokter mengatakan ini mas, kita semua para dokter yang menangani bapak sudah berusaha sekeras-kerasnya untuk kesembuhan bapaknya mas sigit, untuk itu sekarang keputusan ada di mas sigit, kondisi bapak begitu adanya sudah berat sekali".

"Jadi maksud dokter, ventilator dan berbagai macam alat-alat itu sudah tak mampu lagi menopang nafas bapak, jadi sudah harus dilepasin semua, begitu kah dok".

Dokter saat itu hanya bisa mengangguk tanpa berkata-kata, tak tega juga sekedar hanya mengatakan "iya" kepada saya.

Saya terdiam, air mata saya tak terbendung dan deras mengalir, mengetahui kenyataan tersebut, bagaimana saya sanggup mengatakan kondisi bapak kepada ibu dan keluarga.

Tapi pada saat itu saya teringat sesuatu, saya teringat keinginan kuat dan janji bapak untuk berhaji di Mekkah, lalu dalam-dalam saya berpikir, hidup dan mati itu Tuhan yang menentukan, selama bapak masih bernafas masih ada harapan bapak untuk hidup dan masih ada harapan bapak pergi berhaji. Akhirnya keputusan saya ambil dan kepada dokter tersebut saya mengatakan.

"Pak dokter, saya sangat mengerti apa yang sudah pak dokter katakan, tapi dok apapun yang terjadi nafas bapak masih ada dok, bapak masih hidup, bapak masih berjuang, jadi jangan dilepasin dulu ya dok, saya berharap dokter dapat mengerti apa yang saya maksudkan".

"Baik mas sigit, saya mengerti dan memahami apa yang mas sigit sekeluarga inginkan, jadi kami akan tetap berusaha maksimal menjaga bapak, mas sigit dan keluarga harus tetap selalu berdoa dan semoga bapak bisa sembuh".

Selesai bertemu dokter, keluarga saya sudah menanti dengan penuh kecemasan soal kondisi bapak, dan langsung menanyai saya tentang apa yang dikatakan dokter, apalagi ibu saya yang masih berlinang air mata mencemaskan kondisi bapak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun