Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menalar Jurus Pemerintah Atasi Defisit APBN yang Mencapai Rp 853 Triliun

10 April 2020   10:33 Diperbarui: 10 April 2020   10:35 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan Sri Mulyani via Kompas.com (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Pemerintah Indonesia telah menyiapkan berbagai jurus-jurus pamungkas dalam rangka mengatasi defisit APBN, termasuk juga dalam rangka menghadapi wabah pandemi Covid-19.

Terkait hal ini, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati telah merilis secara resmi bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2020 diprediksikan akan mengalami defisit hingga mencapai kisaran angka Rp. 853 Triliun atau 5,07 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) akibat wabah pandemi Covid-19.

Menkeu RI, Sri Mulyani mengalkulasikan bahwa prediksi tersebut didasarkan pada penerimaan negara yang pada tahun 2020 ini diproyeksikan akan mengalami penurunan sebesar 10 persen yaitu Rp. 1.760,9 Triliun atau hanya 78,9 persen dari target APBN 2020 Rp. 2.233,2 Triliun.

Lebih lanjut Sri Mulyani menyebutkan untuk nilai pembiayaan pada tahun 2020 akan sangat meningkat yaitu mencapai Rp. 545,7 Triliun yang berasal dari pembiayaan utang dan pembiayaan non utang.

Ditambahkan oleh Sri Mulyani, bahwa belanja negara meningkat hingga Rp. 2.613,8 Triliun dari yang sebelumnya Rp. 2.504,4 Triliun dalam rangka memenuhi kebutuhan pembiayaan pada sektor kesehatan dan memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat yang terdampak Covid-19, termasuk juga kebutuhan untuk melindungi dunia usaha baik dalam bentuk pajak dan tambahan relaksasi.

Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang diteken oleh Presiden RI Joko Widodo pada tanggal 31 Maret 2020.

Perppu tersebut berisi tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.

Seperti yang diketahui, tambahan anggaran yang disiapkan sebagai paket stimulus ekonomi untuk menangani dampak ekonomi karena wabah virus corona (Covid-19) sesuai Perppu diatas adalah sebesar Rp 405,1 triliun.

Paket stimulus lanjutan ini tengah difinalisasi oleh Kemenkeu RI dan dalam waktu dekat akan segera dikeluarkan agar bisa diimplementasikan.

Sehingga berkaitan dengan paket stimulus ekonomi ini maka Kemenkeu RI akan segera merilis Peraturan Presiden (Perpres) mengenai rincian dari paket stimulus yang telah ditetapkan.


Paket stimulus dengan besar anggaran Rp 405,1 Triliun tersebut akan masuk ke dalam postur APBN-P 2020  yang akan dialokasikan ke berbagai sektor, yakni:

Bidang Kesehatan Rp 75 Triliun, meliputi perlindungan tenaga kesehatan, pembelian alat kesehatan, perbaikan fasilitas kesehatan, dan insentif dokter

Jaring pengaman sosial atau social safety net Rp 110 Triliun, yang akan mencakup penambahan anggaran kartu sembako, kartu pra kerja, dan subsidi listrik

Insentif perpajakan dan KUR Rp 70,1 Triliun

Pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional Rp 150 Triliun.


Kemudian soal pembayaran tunjangan hari raya (THR) serta gaji ke-13 aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri. Menkeu RI, Sri Mulyani Indrawati telah membuat hitung-hitungan terkait dengan kemampuan APBN.

Seperti yang diberitakan bahwa pembayaran THR dan gaji ke-13 tetap bisa dilakukan untuk aparatur ASN, TNI, dan Polri golongan I, II, dan III.

Sedangkan para ASN golongan IV, pejabat eselon kementerian dan lembaga, menteri, hingga anggota DPR, masih harus bersabar dahulu dan menunggu kabar lebih lanjut, karena masih akan dikaji dan dibahas kembali.

Sementara itu berbagai proyek infrastruktur yang tidak prioritas pelaksanaannya akan ditunda, termasuk juga menunda kelanjutan proyek Ibu Kota Negara (IKN) untuk sementara waktu, untuk terfokus pada perlindungan masyarakat di tengah pandemi virus corona (Covid-19) bisa lebih optimal.

Proyek IKN memang sedang menuai kritikan, karena dikabarkan kalau proyek ini tetap berjalan meski ditengah pandemi, namun sesuai perkembangan pemberitaan terakhir ternyata pemerintah memang akan mengesampingkan proyek IKN, tapi tetap menjaga komunikasi kepada para calon investor.

Dihadapkan dengan kondisi defisit APBN ini, maka untuk menjaga stabilitas keuangan Negara dan APBN, pemerintah rencananya akan segera menyiapkan jurus, yaitu dengan menambah pembiayaan anggaran hingga Rp. 852,9 Triliun atau naik Rp. 545,7 Triliun dari target APBN 2020.

Berbagai strategi jurus yang sudah disiapkan pemerintah untuk menambah pembiayaan antara lain;

Menambah penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) hingga Rp. 160,2 triliun dari target awal sebesar Rp. 389,3 triliun.

Menerbitkan surat utang termasuk Pandemic Bonds sebesar Rp. 449,9 Triliun dan menggunakan Sisa Anggaran Lebih (SAL) Rp. 45,6 Triliun.


Lalu yang jadi pertanyaan adalah kenapa bisa APBN diprediksikan defisit sampai Rp. 853 Milyar, darimana menakarnya dan bagaimana menalar kebijakan pemerintah menjaga stabilitas keuangan dan ekonomi negara terkait defisitnya APBN?

Sebelumnya penulis perlu membatasi dahulu, penulis hanya ingin berbagi manfaat, bahwa apa yang akan di jabarkan ini hanyalah berdasarkan analisis dan opini saja, karena pastinya banyak yang lebih pakar lagi dari penulis tapi setidaknya semoga sedikit cara sederhana ini bisa bermanfaat.

Seperti yang diketahui prediksi defisit APBN adalah Rp. 853 Triliun (ini merupakan pembulatan dari Rp. 852,9 Triliun).

Target APBN awal yang sudah ditetapkan negara adalah sebagai berikut;
Pendapatan Rp. 2.233,2 Triliun
Belanja Rp. 2.233,2 Triliun

Pendapatan negara sampai sekarang adalah Rp. 1.760,9 Triliun, kalau sesuai target awal APBN secara normalnya beban target pendapatan negara harusnya hanya tersisa Rp. 472,3 Triliun, sehingga total pendapatan sesuai target APBN Awal adalah Rp. 2.233,2 Triliun.

Belanja negara sampai saat ini adalah Rp. 1.760,9 triliun.
Sesuai APBN Awal bila tidak terjadi defisit maka pagu belanja normal hanya tersisa Rp. 472,3 Triliun saja, jadi total belanja negara sesuai pagu belanja APBN awal yaitu Rp. 2.233,2 Triliun.

Namun rupanya pemerintah meleset dari target APBN awal, karena seiring waktu berjalan setelah pemerintah mengalkulasinya, ternyata ada peningkatan beban pagu belanja negara sebesar Rp. 307,2 Triliun dari target pagu belanja APBN awal.

Sehingga pagu belanja APBN awal yang semula adalah Rp. 2.233,2 Triliun, mesti ditambah lagi pembiayaannya sesuai peningkatan pagu beban belanja, maka pagu belanja APBN naik menjadi Rp. 2.504,4 Triliun.

Artinya telah terjadi defisit, pada APBN pendapatan, maka agar pos pendapatan APBN tetap imbang pemerintah harus menggenjot pendapatan negara untuk menutupi tombokan pembiayan Rp. 307,2 Triliun, sehingga target pendapatan APBN awal yang semula adalah Rp. 2.233,2 Triliun naik terbebani atau meningkat menjadi Rp. 2.504,4 Triliun.

D itengah morat maritnya APBN karena sudah mengalami defisit pendapatan Rp. 307,2 Triliun, tak dinyana serangan global wabah pandemi corona yang sempat diremehkan pemerintah, ternyata mampu masuk menyerang Indonesia dan semakin membuat morat marit APBN.

Pemerintah memang sempat gugup, gagap dan kebingungan, belum lagi selesai mengatasi defisit APBN Rp. 307,2 Triliun, tetiba datang badai serangan pandemi corona.

Harga mahal yang memang harus ditanggung pemerintah, alih-alih bisa menutupi defisit pendapatan negara yang terbebani tombokan Rp. 307,2 Triliun, karena justru pemerintah harus nombok lagi untuk menambah pembiayaan belanja negara sebesar Rp. 545,7 Triliun.

Ternyata juga jurus stimulus yang akan digelontorkan jor-joran dalam rangka menghadapi pandemi justru semakin membuat defisit APBN pada pos pendapatan, karena semakin terbebani lagi hingga Rp. 852,9 Triliun.

Artinya dalam hal ini dengan semakin meningkatnya pagu pembiayaan belanja negara hingga Rp. 852,9 Triliun, maka pemerintah harus segera mencari cara demi menjaga stabilitas keuangan, ekonomi negara dan APBN, sehingga pemerintah langsung mengeluarkan jurus APBN Perubahan.

Sehingga APBN awal setelah APBN-P adalah sebagai berikut;
Target Pendapatan Rp. 2.613,8 Triliun.
Pagu Belanja Rp. 2.613,8 Triliun.

Maka dapat dilihat sebagai berikut;


Pendapatan negara sampai sekarang adalah Rp.1.760,9 Triliun, maka sesuai jurus APBN-P beban target pendapatan negara bertambah untuk menutupi tombokan Rp. 852,9 Triliun.

Maka pos pendapatan APBN yang semula hanya ditargetkan Rp. 2.233,2 triliun, semakin terbebani untuk mencapai target pendapatan yang semakin berat karena naik hingga Rp. 2.613,8 Triliun.

Belanja sampai saat ini Rp. 1.760,9 triliun. Sesuai APBN-P, pagu belanja negara rencananya akan dinaikan pembiayaannya sampai Rp.852,9 Triliun, termasuk didalamnya paket tambahan stimulus, baik itu pembiayaan utang dan non utang, hingga THR dan Gaji 13, sehingga total pagu Belanja APBN naik menjadi Rp. 2.613,8 Triliun.

Ternyata, paket stimulus sebesar Rp. 405,1 triliun yang digelontorkan tersebut, ujung-ujungnya juga tombokan yang turut jadi biang keladi makin defisitnya pendapatan.

Pemerintah tak kehabisan akal, segera pasang kuda-kuda, dan menyiapkan jurus baru untuk menstabilkan APBN dan menutupi tombokan yang jumlahnya hingga Rp 852,9 Triliun tersebut.

Jurus baru tersebut antara lain;
Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) tambahan senilai Rp.160,2 Triliun, sementara target yang direncanakan sebelumnya adalah Rp. 389,3 Triliun, artinya target pendapatan SBN terbebani lagi hingga Rp. 549,5 Triliun.

Pemerintah juga berencana akan menerbitkan surat utang Pandemic Bonds dengan target pencapaian sebesar Rp. 449,9 Triliun, dan memutuskan untuk menggunakan Sisa Anggaran Lebih (SAL) Rp. 45,6 triliun.

Kalau seluruh target ini, dari penerbitan SBN, surat utang dan memakai SAL ini tercapai maka pemerintah akan dapat mengumpulkan investasi pembiayaan untuk menutupi defisit APBN sebesar Rp. 1.045 Triliun.

Jadi pemerintah bisa menutupi tombokan defisit APBN pada pos pendapatan negara yang jumlahnya Rp. 852,9 Triliun tersebut, bahkan dapat menghasilkan laba investasi pembiayaan sebesar Rp. 192,1 Triliun, tapi sekali lagi ini semua dapat terwujud dengan catatan rencana yang ditargetkan dapat tercapai.

Inilah kira-kira cara sederhana dari penulis untuk menalar maupun menakar jurus pemerintah dalam mengatasi defisit APBN dan setuju berdoa dan berharap semoga apa yang diupayakan pemerintah dapat terwujud sesuai target.

Ya, memang menjadi keprihatinan bersama APBN turut terdampak oleh pandemi, capaian target yang sungguh tidak mudah untuk diwujudkan agar defisit negara ini dapat diatasi, tapi semoga saja segala jurus yang dikeluarkan pemerintah tersebut sudah dengan pertimbangan matang, seksama dan hati-hati, semoga tercapai sesuai target, bahkan melebihi target.

Semoga bermanfaat.
Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun