Terkait dengan perkembangan pandemi global Covid 19 di Indonesia, akhirnya Presiden RI Ir.H. Joko Widodo (Jokowi) menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan berpijak pada dasar status Darurat Sipil.
Jokowi juga secara tegas mengingatkan dan memperingatkan, bahwa kebijakan kekarantinaan kesehatan adalah kewenangan pemerintah pusat bukan merupakan kewenangan pemerintah daerah.
Artinya dalam hal ini Jokowi tidak memperkenankan atau melarang pemerintah daerah untuk menerapkan kekarantinaan kesehatan, sehingga jajaran Pemda-Pemda yang sudah berinisiatif melakukan kekarantinaan kesehatan seperti karantina wilayah, local lockdown dan sejenisnya, harus dianulir dan menuruti apa yang sudah diputuskan oleh Jokowi.
Ada apa ini dengan pemerintah pusat, ada apa ini dengan pemerintah daerah, kenapa saling tidak sinkron dan saling bertentangan, kenapa kok pemerintah daerah kesannya banyak yang berinisiatif sendiri menerapkan kebijakan ataupun kewenangan, kenapa pemerintah pusat justru mengarah pada darurat sipil, padahal masih ada UU kekarantinaan kesehatan dan UU bencana, Cukup mengherankan bukan? Ada apa sebenarnya?
Padahal masifnya pandemi Covid 19 semakin meningkat saja, gambaran grafik jumlah yang telah positif Covid 19 semakin tegak lurus saja, tapi kok ini kesannya pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak kompak. Pemerintah pusat terkesan terlalu arogan, tidak mendengar aspirasi daerah yang hampir sebagian besar memohon-mohon untuk menerapkan kekarantinaan kesehatan demi keselamatan masyarakat.
Seperti yang diketahui status darurat sipil negara masuk dalam Undang-Undang Nomor 23 Perppu Tahun 1959 tentang keadaan bahaya, antara lain Darurat Sipil, Darurat Militer dan Darurat Perang.
Secara umumnya syarat-syarat keadaan bahaya dengan berbagai tingkatan darurat pada tiga kondisi darurat tersebut semua mengarah pada terancamnya keamanan dan ketertiban karena chaos seperti pemberontakan, kerusuhan, bencana, perang, hingga kondisi membahayakan negara yang tidak dapat diatasi oleh alat perlengkapan negara secara biasa.
Artinya dalam hal ini tetap saja darurat sipil arahnya adalah lebih dominan pada keamanan dan ketertiban umum, namun tidak mendetail mengarah pada jaminan kebutuhan dasar masyarakat. Sehingga dalam konteks ini, pemerintah tidak wajib menanggung jaminan kebutuhan dasar masyarakat.
Sementara kalau menurut UU Penanggulangan Bencana tahun 2007 dan UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, tetap ada tanggung jawab negara untuk menjamin kebutuhan dasar masyarakyat.
Lalu dengan status darurat sipil ini apakah menjadi dalih bagi pemerintah pusat ataupun negara untuk lepas tanggung jawab dalam menjamin kebutuhan dasar masyarakat?