Menuangkan tulisan sesuai dengan benak pikiran ataupun suara hati lalu mengalirkannya dalam bentuk tulisan artikel opini, ternyata tidaklah sesulit yang dibayangkan.
Terkadang yang seringkali membelenggu pemikiran ataupun merasa terpenjara untuk menulis artikel opini adalah adanya rasa tidak percaya diri dan khawatir dikritik.
Memang artikel opini adalah artikel yang lebih banyak menuangkan pendapat pribadi penulis atau lebih bersifat subjektif serta memuat saran dan kritikan, namun selama kebebasan berpendapat itu masih dijamin konstitusi, tak perlu ragu untuk menuangkan artikel opini, tak perlu terbawa perasaan bila artikel dikritik.
Tapi dengan catatan, bahasa penulisan tetap harus wajib mengedepankan etika dan estetika, logis dan wajar bukan berarti bebas beropini dalam tulisan itu boleh sebebas-bebasnya sampai kebablasan jadi ujaran kebencian, menyerang, nyinyiran, dan hinaan.
Artikel opini haruslah tetap santun dan berimbang, serta dalam hal ini yang terpenting adalah dapat memberi wawasan dan manfaat yang berarti bagi orang lain.
Bukan berarti bertujuan mengajari semoga sedikit pengalaman yang ingin dibagikan oleh penulis ini kiranya dapat jadi manfaat bersama, tentang bagaimana mudahnya membuat artikel opini dengan cara termudah.
Lalu bagaimana cara termudah itu?
Ya, penulis merasa mudah mengalirkan suara hati tersebut, dalam bentuk artikel opini dengan cara membaca, menganalisis dan mengalami.
Penulis sendiri banyak sekali mendapat wawasan yang begitu berharga berkat menerapkan ketiga hal tersebut.
Mau itu artikel opini yang berisi saran, kritik yang kritis, kisah inspiratif, kisah humanis dan hal-hal lainnya yang kira-kira dapat bermanfaat bersama, boleh diungkapkan sebebas-bebasnya.
Kalau boleh sedikit menjabarkanya, boleh dilihat sebagai berikut;
Membaca.
Membaca sebelum beropini sangat bermanfaat dan penting, karena tentu dengan banyak membaca berbagai berita, informasi ataupun konten-konten tulisan diberbagai media, buku dan kepustakaan dapat menambah wawasan ataupun referensi bagi penulisan.
Sekaligus bisa mengambil contoh dan pembelajaran bagaimana struktur dan cara penulisan dari masing-masing konten tersebut, lalu disesuaikan dengan batas kemampuan masing-masing.
Menganalisis.
Setelah membaca, tentunya saat akan dituangkan dalam bentuk tulisan artikel opini maka penulis memiliki analisa sesuai sudut pandang atau angel masing-masing, bahkan  intuisi bisa semakin tajam dalam menemukan angel yang menarik dan tepat.
Tak perlu ragu mau dari sudut pandang mana, mau dihubungkan atau dikatkan kemana, selama masih bisa diterima secara akal pikiran, nalar dan logis, maka bebas saja dan tidaklah haram untuk diungkapkan sesuai opini masing-masing.
Proses menganalisis ini juga boleh ditambahkan berdasar proses mengamati lingkungan kehidupan sosial, kegiatan dan petistiwa sehari-hari yang sering terjadi dalam realita kehidupan dan yang populer jadi pembicaraan.
Mengalami.
Nah, bila opini itu turut disertai juga dengan bekal mengalami sendiri dan dituangkan secara jujur berdasarkan pengalaman yang ingin dituangkan kedalam tulisan artikel opini. Maka, tulisan akan terasa jadi lebih hidup, natural dan bermakna, karena secara alur dalam tulisan lebih terstruktur dan mendalam.
Ketiga hal diatas, kalau selalu jadi pedoman dalam menulis artikel opini, maka akan membuat tulisan yang dituangkan terasa mudah mengalir begitu saja dan terasa mudah segar serta lancar.
Kalau boleh sedikit menguraikan lagi, sebelumnya dulu penulis kesulitan sekali menulis artikel opini, kadang menulis dengan menuangkan  pikiran sekeras-kerasnya dan butuh meyematkan data pendukung seperti kutipan dan tautan justru terasa membelenggu pikiran dan memenjarakan suara hati, bahkan hasilnya biasa saja dan jauh dari kata layak.
Sudah capek-capek mikir hasilnya diluar ekspektasi, alhasil karena terasa kurang percaya diri, khawatir kurang pas dengan tulisan sendiri, sehingga tulisan artikel opini justru urung diterbitkan, bahkan sering ditolak penerbit atau sudah diunggah diblog ternyata ditolak pembaca karena hanya segelintir yang baca.
Tapi kini, semenjak penulis merubah dan mencari cara yang paling nyaman, ternyata penulis menemukan tiga cara seperti yang dijabarkan sebelumnya.
Seperti halnya beberapa artikel penulis di blog paling keren Se-Indonesia yaitu Kompasiana ini, yang sempat jadi artikel pilihan lalu ada juga yang tak lama kemudian dijadikan artikel utama, termasuk juga artikel penulis yang pernah tayang dan terbit di beberapa media cetak dan media online lainnya rata-rata berbuah dari artikel opini berdasarkan tulisan yang mengalir dengan sendirinya sesuai benak pikiran dan suara hati dari menggunakan tiga cara tersebut.
Lalu yang tak kalah penting adalah jangan pernah kecewa atau terbawa perasaan, apabila hasil tulisan ditolak media, baik online maupun cetak, atau tidak mendapat keterbacaan yang banyak dan menuai banyak kritikan saat diunggah di blog keroyokan seperti blog Kompasiana dan sejenisnya, termasuk yang diunggah di blog pribadi.
Karena justru pengalaman itu akan menjadi bekal yang berharga untuk selalu menjadi korektif, instrospekstif dan pemacu semangat dalam menulis artikel opini.
Ya, tentu pendapat penulis melalui artikel ini bukanlah sesuatu yang mutlak, karena masing-masing boleh memiliki cara dalam menuangkan pikiran dan suara hati melaui artikel opini, tapi semoga bisa jadi sedikit tambahan pengetahuan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H