Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjawab Fenomena Maraknya Kerajaan Fiktif

21 Januari 2020   23:28 Diperbarui: 21 Januari 2020   23:50 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kerajaan fiktif | Dokumen Kompas.com

Di zaman yang semakin moderen, teknologi semakin canggih, dan digital, ternyata bangsa ini dikejutkan dengan fenomena munculnya berbagai kerajaan fiktif.

Memang sesuai fakta latar belakang sejarah sebelum berkonsep negara republik, Negara Indonesia terdiri dari berbagai kerajaan kerajaan di seluruh pelosok nusantara.

Pada zaman kerajaan, maka kerajaan didirikan untuk membentuk pranata sosial masyarakat yaitu aturan dan tatanan dalam kehidupan masyarakat sesuai daerahnya masing masing.

Pendirinya adalah orang yang memiliki pengaruh dan kuasa dalam sendi kehidupan masyarakat yang sudah di akui dan dinobatkan secara bersama sama oleh masyarakat sebagai raja atau pemimpin dalam lingkungan pranata sosial masyarakat tersebut.

Penerus raja diwariskan secara turun temurun kepada para famili raja, bersifat politik dinasti secara menyeluruh di wilayah wilayah yang dikuasai untuk melanggengkan pengaruh dan kekuasaan.

Biasanya bersifat pengkultusan individu terhadap raja raja yang berkuasa, menciptakan trah trah keturunan raja raja yang kadang saling sengketa dan berebut hak kekuasaan atas kerajaan.

Bersifat kedaerahan, saling menaklukan, saling invasi, saling berperang satu sama lainnya, memainkan kepentingan politis seperti perkawinan antar keluarga kerajaan hingga persembahan hadiah kepada wilayah yang dikuasai atau bagian kekuasaan kerajaan dalam rangka memperluas dan mempertahankan wilayah kerajaan dan pengaruh kekuasaan.

Namun sering perubahan zaman, sistem kerajaan monarkhi sudah bertransformasi menjadi sistem republik yang menyatu padukan seluruh nusantara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sehingga fenomena maraknya kerajaan fiktif ini sangat mengherankan, padahal sudah jelas, zaman kerajaan sudah tidak berlaku lagi di negeri ini.


Menjawab fenomena maraknya kerajaan fiktif ini, memang perlu perspektif, mendalam dan runut.


Karena secara umumnya hampir seluruh penduduk di negeri ini sangat mengetahui perubahan zaman sudah semakin moderen.

Lalu apa sebenarnya yang terjadi?

Nah, beberapa faktor faktor yang bisa menjadi penyebabnya menurut pemikiran penulis adalah sebagai berikut;

  • Masih tertanamnya primordialisme dalam masyarakat, hal ini berlaku karena kepercayaan masyarakat terhadap akar tradisi sejarah dan budaya masih sangat kental dan melekat tertanam dalam pola pemikiran masyarakat.

    Sehingga menyebabkan masih berlakunya, pemikiran, pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, sejarah, adat-istiadat, kebudayaan dan aliran kepercayaan maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya oleh masyarakat.

  • Masih terjadinya sinkritisme, yaitu tercampur aduknya kepercayaan masyarakat antara agama yang dianut dengan kepercayaan nenek moyang seperti animisme dinamisme, kejawen, mitos, mistis, klenik, karomah, efek pengaruh sisa sisa keturunan trah raja yang masih memiliki pamor dan lain lainnya yang sejenis.

    Sehingga menyebabkan krisis keyakinan dan kepercayaan beragama dalam diri masyarakat.

  • Krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan yang semakin luntur, hal ini terjadi karena akibat dampak dari perilaku kekuasaan para penyelenggara negara, pejabat negara, politisi dan penyelenggara negara lainnya yang dianggap terlalu mempraktikan, kebirokratan, paternalistik, feodal, aristokrasi, yang dilakukan oleh para penyelenggaraan negara.

    Sehingga masyarakat merasa sakit hati pada pemerintah dan negara, karena justru malah teredukasi dengan berbagai drama drama intrik dan konflik kekuasaan, intrik kepentingan, ketidak etisan perilaku politik seperti politik dinasti, politik nepotisme, politik dua kaki dan lain sebagainya yang sejenis.

Masyarakat semakin merasa tidak terima dengan realita hidupnya, sehingga masyarakat semakin merasa tertindas dan tertekan oleh pemerintah, karena harapan masa depan, hidup tenang, hidup sejahtera, memperbaiki taraf dan garis hidup, tidak seperti yang diharapkan.

Lalu, mengapa hal hal diatas bisa terjadi?

Secara umumnya, masyarakat dalam menghadapi berbagai permasalahan sangat dipengaruhi kepercayaan dalam tela'ah berpikir, baik itu secara rasional yaitu berpikir logis dan empiris dan juga masih ada berlaku sebaliknya yaitu berpikir irasional.

Lalu bila masuk dalam konsep terminologi sosiologi, juga dapat dikatakan bahwa konsep kepercayaan itu sangat dipengaruhi atas dasar percaya kepada beberapa kualitas, realitas atau atribut sesuatu atau seseorang, maupun kelompok ataupun tentang kebenaran suatu pernyataan.

Atau secara lebih meluas lagi kepercayaan itu merupakan suatu tindakan penerimaan terhadap suatu atau seseorang/kelompok, dalam hal ini orang yang memiliki kepercayan menganggap positif setiap apa yang dipercayainya.

Setiap masyarakat dalam kehidupannya pasti mengalami perubahan perubahan. Berdasarkan sifatnya, perubahan yang terjadi bukan hanya menuju kearah kemajuan, namun dapat juga menuju ke arah kemunduran.

Ada kalanya perubahan perubahan yang terjadi berlangsung begitu cepatnya, sehingga membingungkan masyarakat dalam penerimaannya maupun dalam menghadapinya.

Karena terkadang masyarakat masih memiliki reaksi yang bersifat menggunakan akar warisan sistem tradisi, sejarah dan budaya dan ada pula yang bereaksi dengan tidak tersistem, seperti ingin cepat sukses tanpa harus melalui rumit dan sulitnya sebuah proses.

Jadi berlatar belakang dari penjabaran penulis, maka dapat diambil benang merahnya, yaitu pemerintah agar dapatnya mengambil pelajaran berharga.

Bagaimana kepercayaan didalam masyarakat itu masih berlaku kompleks, baik terhadap pemerintah itu sendiri dalam menyelenggarakan negara, terhadap akar tradisi, sejarah dan budaya nusantara ataupun terkait hal hal lainnya yang telah dijabarkan dalam artikel ini maupun hal hal baru lainnya.

Sehingga berkaitan dengan maraknya kerajaan fiktif maka pola asah asih dan asuh dari pemerintah dalam perhatiannya dan pengakuannya serta keberpihakan terhadap masyarakat harus lebih menyentuh langsung.

Agar kiranya pemerintah lebih mengedepankan praktik praktik sistem tatanegara yang mengedukasi, berkaitan dengan sistem penyelenggaraan negara yang etis dan elegan yang sesuai dengan ke- tatanegara-an yang sejati

Sehingga dapat memberi kepercayaan dan kesadaran yang seutuhnya bahwa masyarakat hidup dalam satu republik, dalam satu wadah yang utuh yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Semoga bermanfaat.

Sigit Eka Pribadi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun