Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tendensiusnya "Kubu Sebelah", Dampak Sensitif 10 Tahun Terpolarisasi

3 Desember 2019   23:28 Diperbarui: 3 Desember 2019   23:34 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar | Dokumen Tribunnews.com

Kerap kali kita mendengar statemen-statemen yang diutarakan oleh orang-orang seperti dari Pejabat pemerintahan/publik, Politikus hingga dari kalangan masyarakat yang mengandung kata-kata kubu sebelah.

Sebenarnya apa sih maksudnya kubu sebelah itu? Bagaimana bisa bermakna sensitif, tendensius dan mempolarisasi?

Kubu menurut KBBI bisa berarti sekelompok pendukung/pihak sedangkan, Sebelah, dari kata dasar belah maka kata sebelah bisa berarti sisi yang terpisah dari satu bagian. Sehingga kubu sebelah bisa diartikan sekelompok pendukung/pihak yang terpisah.

Kalau kata kubu sebelah bila di lontarkan oleh masyarakat biasa maka dapat bermakna lumrah saja atau dapat dimaklumi.

Akan tetapi akan jadi sangat berbeda makna ketika kata kubu sebelah di lontarkan oleh para Pejabat pemerintahan/publik ataupun para Politikus. Karena kata kubu sebelah akan sangat bermakna tendensius yang cenderung mengarah pada makna politis dan makna memisahkan ataupun mempolarisasi.

Seperti bila pejabat pemerintahan/publik yang melontarkan statemen yang mengandung kata kubu sebelah maka ini bisa berarti bahwa kubu sebelah yang dimaksud adalah sekelompok pihak yang berada diluar pemerintahan, kelompok yang tidak sejalan dengan pemerintahan, pihak yang selalu mengkritisi pemerintahan atau dengan kata lain sebagai pihak lawan.

Akan sangat tendensius lagi kalau para petinggi partai politik yang mengatakannya, maka sangatlah jelas bahwa statemen yang mengandung kata kubu sebelah akan dapat bermakna menegaskan sebagai pihak lawan politik.

Jadi, kata kubu sebelah akan sangat bermakna tendensius sangat tergantung pada orang orang yang memiliki jabatan baik di pemerintahan, ataupun jabatan partai politik yang ada pada diri seseorang dalam strata masyarakat.

Biasanya Kubu sebelah lahir dari adanya sebuah persaingan yang harus melahirkan pemenang,  apapun itu bentuknya persaingan tersebut akan menghasilkan konsekuensi dua belah pihak yang saling berkompetisi.


Memang faktanya, mulai dari Pemilu Pilpres 2014 hingga Pemilu Pilpres 2019, baik pra Pemilu Pilpres, pasca Pilpres, dan sampai sekarang ini bangsa Indonesia masih terpolarisasi dalam dua kelompok besar masyarakat.

Dua kelompok besar tesebut yaitu satu kelompok masysrakat yang mendukung pemerintahan yang saat ini berlangsung dan kelompok yang kritis kepada pemerintahan akibat dampak kalahnya kelompok yang dulunya didukung.

Atau dengan kata lain dua kelompok masyarakat ini terbentuk atas masyarakat simpatisan kelompok yang menang dan yang berkuasa di pemerintahan dan masyarakat simpatisan kelompok yang kalah.

Meskipun diantara kelompok yang kalah ini ada juga yang terlibat didalam pemerintahan seperti di lembaga legislatif, namun secara tindakan akan tetap berlaku sebagai oposisi.

Lihat saja sebutan-sebutan minor seperti cebong dan kampret masih saja berlaku dalam sendi kehidupan masyarakat.

Sedikit saja ada tindakan pemerintah yang terlihat konyol atau kontroversi maka sebegitu juga dahsyatnya kritikan ataupun nyiyiran datang menghantam.

Memang pihak yang berkuasa di pemerintahan saat ini, telah berupaya sedemikian kerasnya untuk menghilangkan keterpolarisasian  tersebut.

Tapi karena begitu membekasnya ajang konstestasi Pilpres lalu masih menjadi trauma yang mengakar pada benak dan ingatan bagi masyarakat simpatisan kelompok-kelompok yang menang maupun yang kalah.

Bayangkan saja, betapa membekasnya trauma itu kurang lebih 10 tahun lamanya masyarakat terpapar jadi obyek perebutan dukungan politik oleh dua pihak kelompok kepentingan politis untuk dapat berkuasa di negeri ini.

Maka, inilah yang menegaskan mengapa kata kubu sebelah sangat bermakna sensitif, tendensius dan malah makin mempolarisasi masyarakat.

Siapakah yang bertanggung jawab dengan terbentuknya sensitifitas ini?

Sudah barang tentu dari para elit politik maupun para elit pemerintahan sendirilah yang paling bertanggung jawab.

Karena sudah pasti masyarakat adalah obyek dari kepentingan politik, perebutan memperoleh dukungan atau simpati dilakukan dengan berbagai cara.

Apalagi perhelatan Pemilu Pilpres langsung tahun 2019 lalu semacam revans dari Pilpres 2014, sebagai ajang pembuktian siapakah yang paling layak menang, kemenangan yang sangat bergengsi untuk dapat diakui, apakah Cebong atau Kampret yang layak diatas.

Kesalahan besar para elit politik yang kurang bijaksana mengusung kader kandidat calon presiden jadi penyebabnya.

Dua kali perhelatan Pilpres dengan hanya dua kandidat pasangan yang bersaing. Dengan mengusung masing masing calon presiden pada pilpres 2019 dengan kandidat yang sama pada pilpres sebelumnya.

Inilah yang patut jadi pelajaran berharga, mengapa terjadi kubu sebelah, kubu cebong ataupun kubu kampret di negeri ini.

Oleh karenanya kedepan agar dapatnya perhelatan Pemilu Pilpres tidak hanya mengusung dua Paslon yang bersaing tapi bisa tiga paslon atau empat paslon agar lebih demokratis.

Masa 10 tahun terpolarisasi bukanlah masa yang singkat begitu saja dapat hilang dari benak masyarakat. Inilah yang patut disadari, mengapa masyarakat begitu sangat sensitif dan tendensius saat ini.

Semoga saja kedepan pemerintah, para elit politik ataupun para pemangku kepentingan lainnya, dapat lebih evaluatif dan menjadikan sebagai pengalaman berharga agar jangan sampai terulang kembali.

Semoga bermanfaat.

Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun