Peristiwa penusukan terhadap Menkopolhukam RI Wiranto hingga beberapa hari terus tayang dan viral di Media Elektronik serta di Medsos.
Bahkan ada tayangan video amatir yang lebih detil lagi mengambarkan peristiwa penusukan terhadap Wiranto tersebut. Karena tidak dipungkiri, bagi anak anak tayangan berita ini belum lazim bisa diterima secara psikis dalam penerimaan nalar dan logika berpikirnya.
Berulang-ulangnya tayangan ini hingga ke penjuru jagat raya ini, nyatanya juga turut ditonton dan disimak oleh anak-anak, dan tentunya hal ini menjadi catatan serius bersama, karena juga tayangan berita penusukan Wiranto tersebut, masuk dalam ranah tayangan yang mengandung unsur kekerasan yang belum laik ditonton anak-anak.
Hari sabtu tanggal 12 Oktober 2019, pasca penusukan Wiranto, saya berada di rumah orang tua, untuk kumpul bersama sanak saudara, tentunya banyak juga keponakan-keponakan saya berada dirumah orang tua saya, untuk bertemu kedua eyang kung kesayangan mereka.
Tv dirumah bapak dan ibu masih membahas berita penusukan Wiranto, tiba-tiba satu keponakan saya yaitu Salsa yang masih berusia 7 tahunan menyeletuk,
Puh itu kenapa sih Puh, kok salsa liat terus sih, itu-itu aja yang diulangin terus di TV, katanya ditusukkah, Wiranto itu pak menteri ya puh, menteri itu apa sih puh, Â kok ditusuk, kenapa puh kok ditusuk, tuh-tuh liat puh. "Tanya salsa pada saya.
Mak jleb rasanya, langsung TV saya pindah chanelnya ke acara lain yaitu acara kartun, lalu salsa malah komplain, sedikit gak terima chanel TV di pindah. Agak sedikit susah saya menjelaskan pertanyaan Salsa.
Penjelasan singkat saya masih belum memuaskan Salsa, ini terbukti dengan semakin beruntunnya pertanyaan Salsa kepada saya, layaknya diinterogasi saja jadinya.
Seperti penjelasan saya ini,
Saya ; Iya saa,, itu yang nusuk orang jahat, Pak menterinya dijahatin, pak menteri itu orang baik orang pinter, orang jahatnya gak suka sama pak menterinya.
Salsa ; Kok dijahatin puh?kenapa?salah apa?
Saya ; pak menteri gak salah apa apa saa, pak menteri nya orang baik, yah, yaitu saa,, yang namanya orang jahat itu mana mau tau, namanya juga orang jahat.
Salsa ; tapi kok orang banyak yang ngapokin puh, itu salsa liat di youtube, di twitter kok banyak orang malah kaya gak suka gitu ya puh, katanya orang jahatnya teroris, trus ada yang bilang Isis, ada yang bilang setingan, setingan itu apa sih puh, kenapa gtu puh?
Saya ; yaitulah saa,,, pokoknya yang nusuk itu orang jahat. Jadi yang namanya orang jahat itu tetap gak baik, ntar dihukum sama Tuhan.
Namun Salsa rupanya masih penasaran, belum puas dengan jawaban saya, dan mencoba akan menginterogasi saya lagi tapi saya langsung memotong keinginannya.
Udah saa,,, Salsa belum waktunya ngerti begituan, pikirannya salsa belum nyampe kesitu,,,yang penting Salsa harus pinter dan jadi orang baik yaa,,, ga boleh nakal yaa,,,
Begitu sulitnya saya menjawab pertanyaan demi pertanyaan Salsa, keponakan menggemaskan saya yang baru menginjak kelas satu SD tersebut, yang ternyata turut pula mempersoalkan terkait peristiwa penusukan Wiranto.
Sebenarnya saya ingin menjelaskan secara detil peristiwa penusukan Wiranto itu, tapi kalau melihat usia Salsa yang masih 7 tahun jadi pertimbangan saya untuk memberikan penjelasan secara detil. Belumlah elok Salsa untuk mengerti hal sedetil itu.
Mungkin tidak hanya saya saja yang mengalami hal ini, sepertinya selain saya, ada banyak masyarakat dan para orang tua lainnya yang harus memberikan pengertian dan pemahaman kepada anak-anaknya yang bertanya-tanya tentang penusukan Wiranto.
Memang tidak dipungkiri, peristiwa penusukan Wiranto yang sering berulang-ulang tayang di TV dan tersebar kemana-mana baik medsos dan youtube ini merupakan berita dan fakta.
Namun yang jadi persoalannya adalah, ketika banyak juga anak-anak yang menontonnya. Dan ini jadi catatan serius yang tidak bisa dipandang dengan sebelah mata, apalagi juga saat ini banyak didapati anak-anak juga tak lepas dari gawai yang ada digenggamannya.
Fenomena penggunaan gawai bagi anak-anak juga bukan lagi menjadi hal yang terlarang diera dekade zaman sekarang ini. Meskipun sudah berbagai upaya dilakukan orang tua untuk mengontrol anak-anaknya dalam berinteraksi menggunakan gawai terkait konten konten didalamnya tapi tetap saja ada yang lepas dari kontrol orang tua.
Memang dalam penggunaan gawai bagi anak anak sangat dibutuhkan ketegasan orang tua, apakah tegas tidak memberikan gawai pada anak sampai dirasa siap memiliki gawai atau tetap memberikan gawai, namun dengan resiko konten-konten di dalamnya. Hanya dua pilihan ini saja bagi orang tua menyangkut tentang kepemilikan gawai bagi anak-anaknya.
Di samping itu yang kebih miris lagi ketika hampir seluruh stasiun TV Indonesia, menyiarkan berita plus cuplikan video penusukan Wiranto yang otomatis akan turut pula ditonton oleh anak-anak. Bisa dibayangkan bukan? bagaimana secara psiksis akan sangat berpengaruh pada nalar dan logika berpikir anak-anak pada saat itu.
Serba salah memang disatu sisi peristiwa tersebut merupakan berita dan fakta, tapi disatu sisi dapat berpengaruh kepada psikis anak-anak yang turut menyaksikan tayangan berita tersebut dan masuk ranah tayangan yang mengandung unsur kekerasan.
Inilah yang menjadi PR orang tua, dalam hal ini peran orang tua sangatlah penting untuk memberikan penjelasan-penjelasan yang dapat diterima sesuai usia dan nalar logis berpikir pada anak.
Seperti misalnya peristiwa Wiranto terkait penjelasan saya pada keponakan saya si Salsa, mungkin apa yang saya jelaskan tersebut masih butuh lagi pemberian pemahaman yang lebih intens lagi dan agar dapat diterima sesuai nalar logis berpikirnya sehingga salsa merasa yakin dan dapat memahami sesuai dengan apa yang beredar dibenaknya.
Tapi yang jelas kasus peristiwa penusukan Wiranto yang lagi populer ini termasuk tayangan dengan unsur kekerasan dan turut membawa dampak psikis yang cukup signifikan pada nalar dan logika pikiran anak-anak.
Hal ini karena dapat menyebabkan trauma yang tersistemik pada otak, menumbuhkan emosi dan agresifitas yang tak terkontrol serta menekan daya pikir dan menjadi pengalaman juga bagi orang tua untuk lebih peka kepada anaknya mengenai tayangan dan konten TV ataupun Gawai.
Tentunya tidak hanya peristiwa tentang penusukan wiranto saja yang jadi persoalan, karena persoalan wiranto hanyalah salah satu contoh kecil saja, mungkin saja masih banyak kasus lain pada tayangan media tv ataupun medsos dan you tube serta konten lainnya pada Gawai yang dapat memperangruhi dampak psikis pada nalar dan logika berpikir anak-anak.
Maka terkait ini para orang tua dituntut harus lebih peka dalam membimbing anak-anaknya bila pada saatnya tiba-tiba anak bertanya tentang hal-hal yang berkaitan diluar nalar dan logika berpikirnya tersebut, yang diperolehnya dari konten-konten di gawainya dan tayangan TV seperti misalnya masalah kriminal lainnya, seks, kekerasan atau hal-hal lainnya.
Semoga kedepan orang tua dapat terus membentengi anak-anaknya dan dapat memberikan edukasi dan bimbingan terhadap psikis anak berkaitan dengan nalar dan logika berpikirnya dalam rangka menyikapi kemajuan zaman yang semakin melesat begitu dinamis ini.
Semoga bermanfaat.
Hanya Berbagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H