Presiden RI Ir H Joko Widodo telah mengetuk palu terkait pejabat Pimpinan KPK dan Revisi UU KPK, dan setelah itu gelombang protes atas keputusan kontroverisal tersebut berdatangan dari berbagai kalangan.
Pasca putusan kontroversi Jokowi tersebut banyak pihak yang menyatakan bahwa KPK akhirnya telah mati dan ada dugaan bahwa dibalik matinya KPK ini ada grand design berkaitan dengan kepentingan politik.
Gelombang demonstrasi massa semakin intens terjadi, bahkan para mahasiswa yang selama ini dianggap masih sering tertidur pulas dengan perkembangan perkembangan situasi yang  terjadi di negeri ini akhirnya tersadar dari tidurnya.
Patut disayangkan juga sebenarnya, kemana selama ini para mahasiswa, padahal carut marutnya kondisi bangsa ini sudah lama terjadi tapi kok malah baru bangun tidur, seyogyanya sudah sejak kemarin kemarin para mahasiswa ini harusnya sudah bergerak, terkait kondisi bangsa ini.
Kembali ke persoalan polemik KPK, yang akhirnya nasibnya telah jelas saat ini, kalau sebelumnya masih diujung tanduk dan masih ada sejumput harapan bahwa Jokowi mempertimbangkan terkait putusannya mengenai pimpinan KPK dan Revisi Uu KPK.
Namun pada kenyataannya tetap saja KPK bernasib tragis dan nyatanya KPK layaknya hanya seperti menjadi sekedar lembaga prememory saja, dari pada tidak ada atau ada tapi seperti tak ada.
Percuma saja kalau KPK ada tapi wewenangnya banyak dikebiri, KPK yang dulunya punya kekuatan dan taring kini layaknya kucing tua ompong. Atau kedepan seperti kerbau saja yang mangut mangut saja karena dicokok hidungnya dan impoten.
Menyedihkan dan ironi, karena apa yang dijanjikan Jokowi agar KPK lebih kuat ternyata tidak sesuai harapan dan ekspektasi serta  hanya merupakan pembohongan publik semata.
Dengan diberlakukannya revisi Uu KPK banyak yang menyangsikan independensi dan juga kinerja KPK ke depan, apalagi ditambah dengan para pemimpin atau komisioner didalamnya dinilai kurang berkompeten berkaitan dengan hal hal mengenai KPK itu sendiri.
Bisa saja kedepan KPK malah semakin kehilangan pamornya karena semakin lemah dalam penanganan kasus korupsi, dan akan semakin hilang dengan sendirinya.
Sebutan yang telah disematkan oleh publik seperti Komisi Pembiaran Korupsi, Komisi Pendukung Korupsi, Komisi Pembela Koruptor atau sebutan konotatif yang bernada minor lainnya menjadi layak ditempelkan kepada KPK karena kondisinya pasca putusan Jokowi memang dikhawatirkan begitu adanya.