Daerah kawasan kumuh bantaran sungai merupakan masalah yang dihadapi kota-kota besar di Indonesia. Kawasan ini identik dengan kondisi padat dan juga miskin.
Hal ini disebabkan karena kawasan permukiman kumuh dapat diidentifikasi sebagai lingkungan yang berpenghuni padat dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang rendah, jumlah rumahnya sangat rapat dan ukurannya di bawah standar, sarana prasarana tidak memenuhi syarat teknis dan kesehatan serta hunian dibangun di atas tanah milik negara atau orang lain di luar perundang-undangan yang berlaku.
Dari kondisi tersebut menimbulkan dampak yang signifikan dengan estetika dan tata ruang sebuah kota ataupun masalah lingkungan disekitar pemukiman bantaran sungai.
Mengapa kawasan kumuh sering menjamur?
Perkembangan wilayah perkotaaan yang dinamis yang merupakan pusat dari kegiatan ekonomi dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat untuk hijrah kekota dan mempengaruhi pola kehidupan masyarakat.
Daya tarik kota ini, menyebabkan tingginya angka urbanisasi. Membludaknya jumlah penduduk yang hijrah ke kota dengan tidak diimbangi ketercukupan lahan permukiman, menjadikan kawasan yang seharusnya bukan lokasi permukiman seperti bantaran sungai akhirnya dipenuhi bangunan liar untuk tempat tinggal dan akhirnya menjadi kawasan kumuh.
Maka kalau sudah terjadi kekumuhan bantaran sungai ini, tak pelak pemerintah jadi dilematis untuk melakukan tindakan akibat permasalahan ini, padahal secara aturan kawasan kumuh harus digusur karena berdiri secara liar dibantaran sungai namun dibalik itu ada sisi kemanusiaan yang perlu menjadi pertimbangan.
Menata kawasan bantaran sungai tanpa harus merelokasi apa bisa?
Penulis mencoba merumuskan wacana penerapan konsep penataan kawasan pemukiman bantaran sungai melalui Kekuatan gotong-royong masyarakat bantaran sungai sebagai bentuk saling menghormati, manusiawi dan menghargai serta dengan melihat khasanah kekayaan sosial budaya, yang bisa dijadikan sebagai modal dasar dalam penataan kawasan kumuh bantaran sungai.
Melalui strategi merangkul semua komponen masyarakat bantaran sungai untuk bersama-sama terlibat secara aktif dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program, maka penataan bisa ada harapan dapat berjalan dengan baik.
Misalkan dengan membangunkan rusun agak mundur dari bantaran sungai atau membangunkan kampung budaya bantaran sungai yang agak mundur dari bantaran sungai,namun secara keseluruhan bangunan ini tetap menghadap ke sungai, kemudian menata bantaran sungai menjadi taman-taman yang asri, semua ini dilakukan dengan tujuan agar masyarakat bantaran sungai dapat memelihara dan menjaga bersama pentingnya menjaga lingkungan bantaran sungai dan kawasan sungai itu sendiri
Rencana Penataan Lingkungan Permukiman bantaran sungai yang melibatkan masyarakat bantaran sungai secara aktif dalam setiap tahapan perencanaan ini hingga progress pembangunan, diharapkan mampu mentransformasi program penataan kawasan kumuh bantaran sungai menjadi loncatan dalam membangun kampung bantaran sungai yang bervisi jangka panjang ke depan.
Sehingga bila wacana ini dapat dijalankan sesungguhnya menata kawasan kumuh bantaran sungai di perkotaan bisa dilakukan tanpa harus merelokasi, asalkan masyarakat dilibatkan dan pemerintah juga berkenan mendengarkan aspirasi dari masyrakat bantaran sungai. Dengan cara ini diyakini aksi penolakan oleh masyarakat bantaran sungai tidak akan menolak untuk ditatakelola.
Tentunya tata kelola kawasan bantaran sungai ini selalu menjadi polemik, dan tidak semudah membalik telapak tangan untuk mengatasinya, namun tidak ada salahnya penulis mencoba merumuskan wacana tata kelola ini yang bertujuan memberikan timbang saran tentang penataan kawasan kumuh bantaran sungai, sehingga kawasan bantaran sungai jadi lebih sehat dan asri.
Hanya wacana dan analisa.
Semoga bermanfaat.
Sigit.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI